Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2025

Pelan, Tapi Pulang

Malam jatuh perlahan di kota ini. Langitnya seperti halaman kosong yang ditulisi rindu oleh bintang-bintang. Chika duduk di dekat jendela, memeluk lutut, sembari menatap kota yang temaram oleh lampu-lampu dan kenangan. Di tangannya, secangkir teh chamomile yang mulai kehilangan hangatnya. Ponselnya tiba-tiba bergetar. Sebuah pesan masuk dari seseorang yang dulu hanya bisa ia temui lewat doa: Chiko. "Chika... aku baca tulisan kura-kura dan tupaimu." "Tupai itu kamu, kan? Chikaaaa?" Chika menggigit bibir, menahan sesuatu yang hampir meleleh dari ujung matanya. Lalu ia mengetik dengan pelan, seolah tiap huruf adalah detak jantung yang ia pertaruhkan. "Iya... kamu kura-kuranya." Hening sebentar. Lalu sebuah suara terdengar di telepon—Chiko meneleponnya. Suaranya serak tapi hangat, seperti secangkir kopi hitam yang tak pernah bisa benar-benar ia lupakan. "Aku penasaran, kenapa kamu nulis itu, Chika?" Suaranya lirih, tapi cukup tajam untuk menembus din...

It's enough, it's finish :"

Ini adalah kali kedua aku menangis sebelum latihan pelayanan hari Minggu, karena hatiku sedang memikul sesuatu yang perih. Rasanya sesak—seperti ada yang tertinggal, tapi tak bisa kembali. Aku tetap menjalani hari, tetap mengerjakan tugas, tetap tersenyum dan melangkah. Tapi di dalam, ada ruang yang sedang menjerit lirih, minta dikuatkan, minta dipeluk. Namun kali ini... CUKUP! .  Aku tak ingin lagi berada di antara datang dan pergi, di antara "mungkin iya" dan "mungkin tidak". Jika harus terluka, maka biarlah satu kali saja, tapi tuntas. Tak perlu hadir hanya untuk kembali menghilang. Tak perlu setengah hati jika memang bukan untuk tinggal. "Aku ingin melampauinya… dari segala sisi." Itulah kalimat yang keluar saat aku berdoa dengan air mata mengalir dan hati yang retak.  Tapi Tuhan, dengan lembut, menghapus ambisi itu. Ia bertanya dalam hatiku: “Kalau suatu hari kamu bisa melampauinya, lalu apa? Apakah itu tujuanmu? Apakah itu benar-benar panggilanmu? Ap...
Hari ini rasanya happy banget, serius deh. Pagi-pagi kami mulai dari ibadah dulu. Setelah itu, kita ngerayain yang lagi ulang tahun. Ramaiii, ketawa-ketawa, terus main uno sampe bosan sendiri—ya ampun, udah nggak kehitung berapa kali kalah tapi tetep seru. Hahaha. Habis itu, lanjut main badminton. Capek sih, tapi seru banget! Yang penting rame, banyak tawa, dan kayaknya semua energi yang tadi kayaknya habis... eh malah nambah lagi. Anehnya ya, bukannya capek, malah pulang-pulang tuh rasanya hati penuh. Bahagia banget, gitu. Recharge total kayak baterai yang di-charge semalaman penuh. Emang sih, sepulang dari badminton sempat ada insiden kecil. Tapi yaahh… namanya juga hidup, nggak selalu mulus-mulus aja kan? Tapi itu nggak ngurangin rasa senangnya hari ini. Terus kami balik lagi ke gereja, ngobrolin mau makan di mana, dan akhirnya makan bareng deh. Rasanya tuh, dari pagi sampai malam, padat banget kegiatannya… tapi nggak kerasa capek. Justru yang terasa tuh: hangat, penuh, dan disayang...

Merpati & Elang 🍀

Pada suatu masa, di antara rimbun hutan yang tenang dan langit yang tak berbatas, seekor elang perkasa terbang melintasi angin. Sayapnya terbentang megah, menyentuh langit biru dengan keanggunan yang memukau. Namun, saat ia terbang rendah melewati sela-sela pepohonan, pandangannya tertumbuk pada sesuatu yang ganjil—seekor merpati berjalan tertatih di tanah, mengais buah-buah kecil yang terjatuh. Elang itu hinggap pada dahan tertinggi dan menatap heran. “Hei, bukankah kamu juga punya sepasang sayap sepertiku?” tanyanya, suaranya tenang tapi penuh tanya. “Mengapa kamu berjalan, bukan terbang?” Merpati menunduk. “Benar, aku punya sayap,” ujarnya lirih. “Tapi dulu... mereka pernah patah. Terluka sangat dalam. Butuh waktu lama untuk pulih. Dan kini... aku bahkan lupa bagaimana rasanya terbang. Aku takut. Tak sanggup menahan sakit jika aku jatuh lagi. Jadi aku memilih berjalan. Hidup dengan cara yang kutahu: mencari sisa-sisa kehidupan yang tersisa di tanah.” Elang terdiam sejenak, sebelum b...