LOVE NEVER FAILS

Aku selalu merasa, kepribadianku melankolis sekali. Terlalu sensitif, terlalu mudah tersentuh.

Aku sering menangis hanya karena hal-hal kecil. Terutama jika ada seseorang yang menegurku dengan nada tegas. Entah kenapa, tahun ini aku justru dipertemukan berkali-kali dengan sosok-sosok penuh ketegasan itu — seakan hidup ingin memperkenalkanku pada pelajaran baru.

Dulu, aku membenci ketegasan.
Bagiku, intonasi keras itu seperti cambuk, menyayat kulit perasaanku yang tipis.
Tangisku pun pecah tanpa bisa kucegah.

Namun, seiring waktu, aku perlahan belajar...
Bahwa ketegasan bukanlah luka semata. Kadang, justru itu adalah bukti cinta. Sebuah dorongan agar aku tidak diam di tempat. Sebuah tarikan agar aku mau bertumbuh.

Pertumbuhan memang menyakitkan.
Ia seperti akar yang harus menembus tanah keras, getir dan pahit... namun suatu hari akan berbuah manis.
Di balik setiap pertumbuhan, selalu ada proses — dan proses itu hampir selalu disertai rasa perih.

Ketika aku memohon pertumbuhan kepada Tuhan, tanpa kusadari aku juga sedang memohon proses.
Dan proses itu... datang bukan dalam bentuk pelukan hangat, melainkan dalam bentuk badai.

Awalnya, aku mudah sekali hanyut dalam luka.
Satu goresan kecil saja cukup membuatku karam berhari-hari.
Aku membiarkan perasaan membawaku berkelana tanpa arah, menangis hanya karena kenyataan tak seindah ekspektasi yang kususun di kepala.

Namun hari demi hari, aku mulai belajar mengayuh.
Aku mulai menikmati aliran hidup ini, tak lagi membiarkan diriku terbawa derasnya air mata.
Semakin banyak manusia yang kutemui, semakin aku paham — setiap jiwa membawa keunikannya sendiri.
Setiap kepribadian, mengajarkanku tentang bagaimana bersikap dengan lebih bijak.

Kadang-kadang aku merasa, hidupku saat ini seperti sedang didisiplinkan keras-keras.
Seperti tanah liat yang diremas, dibanting, dan ditempa.
Sakit, memang.
Tapi di sela-sela nyeri itu, aku juga bersyukur.
Karena setiap luka membawaku selangkah lebih dekat pada bentuk yang Tuhan inginkan.

Aku bersyukur... sebab Tuhan itu setia.
Tuhan setia!
Kasih-Nya tak pernah gagal! Tak pernah!

Bahkan, sejujurnya, seluruh hidup ini hanya berdiri di atas satu fondasi: kasih Kristus.
Tanpa kasih itu, aku sudah lama runtuh.

Sekarang, aku ingin belajar fokus pada hidupku sendiri.
Aku tak mau lagi membiarkan hatiku jatuh dalam kepedihan yang sama.
Patah hati yang pernah kualami... biarlah itu menjadi yang terakhir.
Sudah cukup.
Sudah... cukup.

Aku masih ingat betapa perihnya.
Berbulan-bulan menangis hingga mataku bengkak, suaraku habis...
Karena kehilangan seseorang yang begitu aku cintai.

Seseorang yang, entah sadar atau tidak, menjadi ilham bagi hampir semua tulisanku.
Cerita-cerita pendekku, narasi-narasi panjangku... semuanya lahir dari rindu yang tak pernah sempat terucapkan.
Aku menuangkan seluruh isi hatiku ke dalam huruf-huruf kecil itu, karena aku tak mampu berkata apa-apa di hadapannya.

Tapi sekarang, biarlah semuanya kuserahkan.
Biarlah Tuhan yang menjadi sandaranku yang kokoh, satu-satunya tempat di mana aku bisa beristirahat dari segala letih ini. 

-----

Aku melangkah perlahan, di jalan panjang yang basah oleh air mata masa lalu.

Ada jejak-jejak luka yang masih samar di tanah kenangan, tapi aku biarkan saja...
Karena kini aku tahu: setiap air mata yang jatuh, tidak pernah sia-sia.
Mereka menyirami benih-benih pertumbuhan yang kelak akan bermekaran dalam diam.

Hidup ini, sungguh, adalah pergulatan tanpa henti.
Antara ingin menyerah, dan ingin bertahan.
Antara ingin berlari, dan ingin belajar berdiri lebih kokoh.

Ada hari-hari di mana aku nyaris menyerah.
Hari-hari di mana aku berteriak dalam hati,
"Kenapa harus aku? Kenapa harus seberat ini?"

Namun di balik malam-malam panjang penuh isak itu, ada suara yang sangat lembut, hampir seperti bisikan:
"Aku tidak pernah meninggalkanmu."

Tuhan tidak pernah meninggalkanku.
Bahkan ketika aku merasa hancur sehancur-hancurnya, bahkan ketika aku mengira aku sendirian di dalam kegelapan,
Tangan-Nya tetap menopangku — kadang dengan keheningan, kadang dengan ketegasan yang melukai untuk menyembuhkan.

Sekarang aku tahu...
Bahwa mencintai berarti siap patah,
Bahwa meminta pertumbuhan berarti siap diproses,
Bahwa meminta kekuatan berarti siap menerima ujian.

Aku tidak ingin lagi menjadi gadis rapuh yang runtuh hanya karena dunia tidak berjalan sesuai mimpinya.
Aku tidak ingin lagi menangis berbulan-bulan untuk sesuatu yang telah Tuhan izinkan berlalu.
Aku ingin menjadi perempuan yang, sekalipun dunia mencabik hatinya, ia tetap memeluk hidup dengan penuh syukur.

Aku ingin menjadi perempuan yang berkata:
"Ya Tuhan, hancurkan aku... asal Engkau membentukku kembali."
Karena aku tahu, dalam kehancuran itu, ada seni ilahi yang sedang mengukirku menjadi sesuatu yang lebih indah dari sebelumnya.

Dan untukmu, yang pernah mengisi hampir seluruh ruang di hatiku,
Biarlah kisah kita tetap abadi... di dalam kata-kata yang tidak pernah sempat diucapkan,
Di dalam baris-baris cerita yang hanya aku dan Tuhan yang tahu rasanya.

Kau tetap akan ada — dalam diam.
Menjadi inspirasi bagi lagu-lagu sunyi yang kusematkan dalam setiap bait doa.

Tapi aku tidak akan menengok ke belakang lagi.
Aku akan berjalan... meski sesekali masih harus menghapus air mata.
Aku akan melangkah... meski kaki ini gemetar.

Karena aku tahu, Tuhanku setia.
Kasih-Nya tak pernah berubah.
Dan kasih itulah yang akan membawaku pulang,
Lebih utuh...
Lebih dewasa...
Lebih mencintai kehidupan, meski pernah patah berkali-kali.

-----

Ada saat-saat tertentu, di tengah malam yang hening,
di mana kenangan itu masih mengetuk pintu hatiku, perlahan-lahan...
Mengajak duduk, membentangkan semua yang pernah ada,
seperti halaman-halaman buku usang yang penuh debu rindu.

Kini aku paham, cinta itu tidak selalu harus dimiliki.
Kadang cinta itu cukup sekadar pernah hidup, pernah berdenyut di sela-sela doa,
dan setelah itu, harus dibiarkan tumbuh menjadi sesuatu yang lebih besar:
pengertian, keikhlasan, dan kasih yang tanpa syarat.

Aku belajar...
Bahwa melepaskan bukan berarti menghapus.
Bukan berarti memungkiri apa yang pernah kurasakan dengan begitu murni.
Melepaskan adalah mengizinkan cinta itu menemukan jalannya sendiri,
bahkan jika jalannya bukan bersamaku.

Aku menatap langit malam, dan membisikkan sebuah doa:
"Tuhan, rawatlah dia dalam tangan-Mu.
Bawalah dia ke tempat di mana hatinya bahagia,
meski tempat itu bukan di sisiku."

Aku belajar menerima...
Bahwa beberapa orang datang dalam hidup kita bukan untuk menetap,
tetapi untuk mengajarkan kita tentang kehilangan,
tentang bagaimana bertahan,
tentang bagaimana mencintai tanpa harus menggenggam erat-erat.

Dan saat aku mulai berdamai dengan semua itu,
aku menemukan bagian dari diriku yang hilang — kembali.
Aku menemukan gadis kecil dalam diriku yang dulu begitu mudah patah,
sekarang menatapku dengan mata berbinar:
"Kita berhasil melewati badai."

Bukan, ini bukan tentang melupakan.
Ini tentang mengenang dengan senyuman yang sudah tidak lagi bergetar.
Tentang menerima bahwa tidak semua kisah cinta berakhir di altar,
tetapi semua kisah cinta, jika dihidupi dengan sungguh-sungguh,
akan selalu berakhir di altar-Nya — tempat segala rasa kembali kepada Sang Kasih Sejati.

Aku memilih melangkah.
Bukan karena hatiku tak lagi merasa,
tetapi karena aku tahu,
kasih yang sejati tidak mengikat,
melainkan membebaskan.

Aku akan terus menulis.
Membiarkan rindu-rindu kecil itu hidup dalam kata,
membiarkan kenangan-kenangan itu menari dalam puisi,
sebagai bukti...
bahwa aku pernah mencintai seutuh ini.
Bahwa aku pernah hidup seutuh ini.

Dan aku tahu, suatu hari, entah kapan,
Tuhan akan mempertemukanku dengan seseorang yang tidak datang untuk pergi,
seseorang yang tetap tinggal,
yang melihat semua luka-lukaku — dan memilih untuk tetap menggenggam tanganku.

Seseorang yang akan berkata:
"Aku di sini. Aku tidak akan pergi."

Namun sebelum saat itu tiba,
aku akan tetap berjalan di jalan yang Tuhan bentangkan di hadapanku,
dengan langkah penuh syukur,
dan hati yang perlahan — tapi pasti — dipulihkan seutuhnya.

-----

Kini aku melangkah,
dengan langkah-langkah kecil yang lebih ringan,
sebab beban itu telah kuserahkan kepada-Nya,
dan rindu itu telah kupeluk dalam doa — bukan lagi dalam genggamanku sendiri.

Aku tidak lagi berlari menghindar dari masa lalu,
juga tidak mengurung diri dalam duka yang berkepanjangan.
Aku membiarkan semua itu menjadi bagian dari taman batinku,
di mana setiap luka tumbuh menjadi bunga,
dan setiap air mata mengalir menjadi sungai yang menghidupi.

Aku tersenyum kepada diriku sendiri hari ini.
Senyum yang sederhana, namun penuh makna.
Senyum yang berkata,
"Terima kasih sudah bertahan sejauh ini."

Aku tahu, aku masih manusia.
Akan ada hari-hari ketika hujan kembali turun tanpa tanda,
ketika malam terasa lebih panjang daripada biasanya,
ketika kenangan lama melintasi pikiranku seperti bayang-bayang yang tidak diundang.

Tapi kini aku memiliki satu hal yang takkan pernah bisa diambil dunia ini dariku:
pengharapan.

Pengharapan yang bertumbuh bukan dari dunia yang fana,
melainkan dari kasih yang abadi,
kasih yang tetap ada bahkan saat segala sesuatu terasa hancur.
Kasih yang tidak pernah menyerah atas diriku.

Kasih Kristus.
Kasih yang menjadi jangkar jiwa.

Dan aku memilih untuk percaya...
bahwa setiap musim sepi, setiap malam panjang,
hanya mempersiapkanku untuk musim baru yang penuh kehidupan.

Bahwa di balik setiap kehilangan, ada ruang yang dibersihkan —
agar anugerah yang lebih besar dapat masuk.

Aku percaya,
Tuhan sedang memahatku dengan tangan-Nya sendiri,
seperti pengrajin yang sabar, menghaluskan setiap sisi kasar,
menguatkan setiap serat rapuh,
membentukku menjadi bejana yang baru —
lebih kuat, lebih murni, lebih siap untuk mengalirkan kasih.

Aku percaya,
bahwa cinta yang sejati itu ada,
dan kelak, akan datang bukan untuk pergi,
tetapi untuk tinggal.
Untuk tinggal, dan membangun bersama — dalam iman, harapan, dan kasih.

Namun sampai saat itu tiba,
aku memilih untuk setia...
setia kepada proses ini,
setia kepada panggilan yang Tuhan titipkan dalam hatiku,
setia berjalan dalam kasih,
bahkan ketika jalannya sunyi dan hanya diterangi oleh cahaya-Nya yang samar dari kejauhan.

Aku memilih untuk hidup...
bukan hanya bertahan,
tetapi benar-benar hidup.

-------

Ada hari-hari di mana aku masih tersentak oleh rasa rindu,

bukan pada sosok tertentu,
tetapi pada versi diriku sendiri yang pernah begitu polos mencintai tanpa takut.
Namun kini aku tahu:
rindu itu bukan lagi untuk kembali,
melainkan untuk berterima kasih.

Terima kasih atas gadis kecil dalam diriku yang berani mencinta setulus itu,
sekalipun akhirnya harus terluka.

Karena tanpa rasa sakit itu,
aku takkan pernah belajar bagaimana cara mencintai diriku sendiri lebih dalam.

Kini aku belajar,
bahwa yang paling penting bukanlah menemukan seseorang yang mencintaiku,
tetapi menjadi seseorang yang tahu betapa dalam aku telah dicintai Tuhan,
bahkan saat aku merasa paling rapuh.

Aku tidak ingin lagi menggenggam sesuatu yang Tuhan minta untuk kulepaskan.
Aku tidak ingin lagi berusaha mempertahankan hal-hal yang memang harus pergi,
sebab kini aku tahu —
perpisahan pun bisa menjadi bentuk perlindungan dari surga.

Terkadang, jawaban doa bukanlah kata "ya",
melainkan tangan yang perlahan menutup pintu,
dan bisikan lembut di hati berkata,
"Percayalah padaKu, anakKu."

Aku belajar menerima kehilangan seperti musim gugur yang mengikhlaskan daun-daunnya,
bukan karena mereka tidak berharga,
tetapi karena mereka telah selesai menunaikan tugasnya.

Sama seperti itu,
aku percaya —
ada pertemuan yang memang hanya untuk satu musim,
bukan untuk selamanya.
Dan itu tidak membuatnya kurang berharga.

Setiap tawa, setiap air mata, setiap debar di dada —
semua itu tetaplah karunia,
sebuah jejak bahwa aku pernah hidup sepenuhnya,
pernah mengasihi dengan segenap jiwa.

Kini, langkahku lebih pelan.
Bukan karena aku takut,
tetapi karena aku lebih sadar.
Aku ingin berjalan bersama Tuhan, tidak mendahului-Nya lagi.

Aku ingin menikmati hidup ini,
satu napas demi satu napas,
satu senyuman demi satu senyuman,
tanpa tergesa mengejar apa yang belum waktunya tiba.

Dan saat cinta itu akhirnya datang,
aku tidak lagi akan menyambutnya dengan tangan yang gemetar penuh ketakutan,
tetapi dengan hati yang utuh,
hati yang tahu bahwa cinta sejati tidak pernah mengancam identitas,
tidak pernah menuntut pengorbanan diri yang sia-sia,
tetapi justru memperkaya jiwa,
menguatkan langkah,
dan menyalakan terang kecil di dalam dada.

Sampai saat itu,
aku akan terus menulis.
Menulis tentang harapan.
Menulis tentang kasih.
Menulis tentang hidup —
dengan tinta yang tercampur air mata dan iman,
sebab keduanya kini telah menjadi bagian dari kisahku.

Aku adalah benih kecil yang pernah tertanam dalam tanah yang gelap,
yang pernah diguyur hujan badai,
yang pernah hampir patah oleh angin kencang —
tetapi lihatlah,
aku bertunas.

Dan aku akan terus bertumbuh.

Sampai aku menjadi pohon yang rimbun,
tempat burung-burung kecil bersarang,
tempat orang-orang lelah berteduh,
tempat kasih Kristus tercermin —
bukan dalam kesempurnaan,
tetapi dalam keutuhan.

Karena aku memilih,
untuk tetap hidup.

Dan tetap mencinta.

Dengan seluruh keberadaanku.

----


Ada malam-malam di mana aku duduk sendiri,
memandang langit yang seolah tak berkata apa-apa,
namun di dalam diamnya, aku merasa ada bisikan lembut yang menenangkan.
Bisikan yang berkata,
"Aku di sini. Aku tidak pernah pergi."

Tuhan tidak pernah menjanjikan jalan yang tanpa luka,
tetapi Dia berjanji akan memegang erat tanganku.
Dan itu cukup.
Lebih dari cukup.

Aku mulai mengerti —
bahwa kekuatan sejati bukanlah tidak pernah menangis,
tetapi mampu tetap berjalan dengan mata basah.
Bahwa keberanian sejati bukanlah tidak pernah takut,
tetapi memilih untuk tetap melangkah walau lutut gemetar.

Ada bagian dari diriku yang telah mati dalam proses ini —
bagian yang terlalu bergantung pada validasi manusia,
bagian yang terlalu takut ditinggalkan,
bagian yang haus akan pengakuan.
Dan aku menguburkannya dalam tanah kasih karunia.

Dari kematian itu,
tumbuhlah kehidupan yang baru —
hidup yang tidak lagi bergantung pada siapa yang tinggal atau siapa yang pergi,
tetapi hanya bersandar pada Sumber Hidup itu sendiri.

Aku tidak akan lagi membiarkan patah hati mendefinisikan siapa aku.
Aku tidak lagi menilai hidupku dari berapa banyak kehilangan yang aku alami.
Karena aku tahu —
setiap kehilangan hanya membentuk aku lebih dekat kepada rencana-Nya.

Dan betapa indahnya itu.
Betapa manisnya rencana-Nya.
Bahkan saat jalan menuju ke sana dipenuhi air mata dan peluh.

Aku kini berjalan lebih ringan,
karena bebanku telah kuserahkan kepada-Nya.
Aku tidak perlu lagi membuktikan apa pun kepada dunia.
Aku cukup menjadi diriku sendiri —
ciptaan yang dikasihi tanpa syarat.

Setiap hari adalah undangan baru untuk percaya.
Percaya bahwa Tuhan tidak pernah salah menulis kisahku.
Percaya bahwa bahkan luka-luka ini pun, suatu hari,
akan menjadi kisah kemuliaan.
Akan menjadi pelita bagi jiwa-jiwa lain yang sedang tersesat dalam gelap.

Aku belajar untuk mengucap syukur,
bukan hanya untuk hal-hal yang indah,
tetapi juga untuk setiap air mata,
setiap malam panjang,
setiap proses yang mengikis ego dan membentuk rohku.

Karena kasih sejati bukanlah melulu soal rasa nyaman,
tetapi tentang pertumbuhan.
Dan Tuhan, dalam kasih-Nya yang tak pernah gagal,
mengizinkan aku tumbuh.

Dengan segala kesakitannya.
Dengan segala kemuliaannya.

Aku bersyukur —
sebab meski jalanku berat,
hatiku tetap percaya:
Aku tidak sendiri.

Aku tidak pernah sendiri.

-----

Kepada diriku di masa depan,

yang mungkin akan membaca ini di tengah malam yang sunyi,
atau di pagi-pagi saat dunia terasa terlalu berat —
aku ingin kau tahu satu hal:
Kau telah bertumbuh.

Mungkin tidak dengan cara yang megah,
bukan dengan sorak sorai atau tepuk tangan,
tetapi dengan keberanian sunyi,
dengan kesetiaan kecil yang kau pegang hari demi hari.

Kau bertahan.
Saat dunia runtuh di sekitarmu,
saat suara di dalam kepala menjeritkan keraguan,
saat hatimu hampir saja menyerah —
kau tetap memilih percaya.

Dan itu,
itu adalah kemenangan.

Aku harap saat ini kau tersenyum —
bukan karena semua luka telah lenyap,
tetapi karena kau melihat betapa indahnya karya Tuhan di dalam dirimu.

Semua air mata yang dulu kau pikir sia-sia,
telah menyirami taman kecil di hatimu.
Kini, bunga-bunga itu bermekaran.
Dengan warna-warna yang hanya bisa lahir dari musim hujan yang panjang.

Kau telah menjadi tempat teduh,
bukan hanya untuk dirimu sendiri,
tetapi juga bagi jiwa-jiwa lain yang kehausan.

Ingatlah,
bahwa kekuatanmu tidak pernah berasal dari seberapa keras kau berusaha,
tetapi dari seberapa dalam kau bersandar pada kasih-Nya.

Biarkan hidupmu tetap dipenuhi rasa syukur.
Tetaplah hidup dengan hati yang lembut,
meskipun dunia mengajarkan untuk menjadi keras.
Tetaplah mengasihi,
meski cinta itu pernah membuatmu menangis.

Karena tidak ada air mata yang sia-sia di dalam Kerajaan-Nya.
Tidak ada luka yang sia-sia di dalam rencana-Nya.

Dan bila suatu hari nanti kau menemukan cinta lagi —
cinta yang sehat, dewasa, penuh hormat dan pengertian —
kau akan tahu bahwa segala penantian, segala pertumbuhan, segala air mata itu,
tidak pernah sia-sia.

Kau akan menyambut cinta itu bukan dari rasa haus,
tetapi dari kelimpahan.
Bukan dari kebutuhan untuk diisi,
tetapi dari hati yang sudah penuh.

Dan sampai saat itu tiba,
tetaplah berjalan,
dengan langkah yang mantap,
dengan hati yang bernyanyi dalam diam:

"Kasih-Nya cukup bagiku."


Kini aku berdiri di perbatasan antara masa lalu dan masa depan,

menatap cakrawala yang perlahan berwarna emas.
Ada angin lembut yang membelai wajahku,
seolah berkata:
"Kau sudah melewati badai, kini saatnya berlayar ke tanah baru."

Aku mulai membayangkan hidup yang baru,
bukan karena aku melupakan semua luka,
tetapi karena aku menghormati semua yang telah kubelajarkan darinya.
Aku membawa serpihan harapan di genggamanku,
seperti seorang anak kecil yang penuh percaya diri,
siap menanamkannya di ladang baru kehidupan.

Aku tahu,
bahwa aku masih akan menangis.
Bahwa mungkin, sekali-sekali, aku masih akan merasa rapuh.
Tetapi aku tidak takut.
Sebab aku tahu, akar-akar jiwaku kini telah menjalar lebih dalam
ke dalam tanah kasih karunia yang tidak terguncangkan.

Aku bermimpi lagi.
Mimpi-mimpi yang dahulu sempat terkubur dalam debu kesedihan,
kini satu per satu bangkit,
seperti bunga-bunga liar yang bermekaran setelah musim hujan yang panjang.

Aku bermimpi menjadi pribadi yang lebih penuh kasih.
Aku bermimpi untuk menulis kisah-kisah yang menghidupkan harapan banyak hati.
Aku bermimpi berjalan ke tempat-tempat baru,
membawa terang kecil yang kuterima dari surga.

Aku bermimpi membangun rumah,
bukan dari batu-batu ego atau pencapaian kosong,
tetapi dari kasih, ketulusan, dan iman.
Rumah yang hangat,
tempat di mana cinta sejati bertumbuh dalam diam.

Dan di antara semua mimpiku,
aku tetap tahu satu hal:
Aku ingin tetap setia.
Setia kepada Dia yang menggendongku melewati musim kering,
setia kepada proses,
setia kepada panggilan hidupku.

Biarlah hidup ini menjadi puisi panjang,
yang ditulis oleh Tangan yang lebih bijaksana dari segala kepintaranku.
Biarlah aku menjadi bait kecil,
yang, meski sederhana,
menggema di lorong waktu,
menyanyikan kasih-Nya yang tidak pernah berkesudahan.

Aku percaya,
bahwa setiap lara yang kulewati,
setiap doa yang kuucapkan dalam tangis,
tidak ada satupun yang sia-sia.

Sebab kasih itu,
adalah benang emas yang menenun semua bagian hidupku —
yang indah, yang patah, yang sepi, yang penuh sukacita —
menjadi satu karya agung di tangan Sang Pencipta.

----

Aku telah menyerahkan hatiku —

seutuhnya — ke dalam tangan Tuhan.
Bukan separuh, bukan sekadar sebagian,
tetapi seluruh ruang terdalam, seluruh denyut yang paling tersembunyi,
telah kuserahkan di bawah lindungan kasih-Nya.

Aku memilih berlindung di bawah kepak sayap-Nya,
di tempat di mana air mata menjadi doa,
dan rindu menjadi nyanyian sunyi yang didengar sepenuhnya oleh Surga.
Aku duduk di sana, diam,
seperti burung kecil yang tahu bahwa badai mungkin datang,
namun tetap aman dalam naungan Sang Pencipta.

Aku tidak lagi berlari-lari mengejar cinta,
tidak lagi mencari-cari tangan manusia untuk mengisi ruang kosongku.
Aku tahu kini,
bahwa hatiku telah menjadi milik-Nya,
dan siapa pun yang ingin memegangnya,
harus terlebih dahulu mengetuk pintu hadirat-Nya.

Aku berdoa dalam kesunyian,
"Jika ada seseorang yang Kau kirimkan, Tuhan...
biarlah dia datang bukan langsung kepadaku,
tetapi terlebih dahulu mendekat kepada-Mu.
Biarlah ia memintaku kepada-Mu,
Sang Pemilik hatiku."

Sebab hatiku ini bukan barang murah yang bisa diambil sembarangan,
tetapi sebuah permata yang tersembunyi di taman Raja.
Dan hanya tangan yang dimurnikan oleh kasih-Nya,
yang boleh mengetuk pintu dan dipersilakan masuk.

Aku memilih untuk menunggu di taman rahasia itu,
bukan dengan gelisah,
tetapi dengan keyakinan yang tenang.
Seperti bunga yang tidak memaksa matahari terbit,
tetapi tahu bahwa pada waktunya,
terang akan datang membangunkannya dengan lembut.

Aku tidak takut menunggu.
Karena aku tahu, menunggu di hadapan Tuhan
bukanlah waktu yang hilang,
tetapi waktu yang menyucikan.

Aku belajar percaya,
bahwa cinta sejati dimulai dari altar,
dari doa-doa yang dibisikkan di ruang paling suci.
Dan di sana, dalam keheningan yang hanya dimengerti oleh Roh,
aku menyerahkan segalanya:

Rinduku,
Tangisku,
Pengharapanku,
Masa depanku.

Semua.
Seluruhnya.
Tanpa sisa.

Dan kini, aku berjalan dengan ringan,
karena hatiku tidak lagi kutopang sendiri,
tetapi digendong oleh tangan Bapa yang penuh kasih.

Aku tidak tahu kapan dan bagaimana cerita itu akan terukir,
tetapi aku tahu,
apapun yang berasal dari tangan Tuhan,
pasti akan tiba tepat pada waktunya.

Dan saat waktu itu tiba,
aku akan tahu:
bahwa itu bukan hasil keputusasaanku,
bukan hasil dari penantian yang dipaksakan,
tetapi jawaban dari doa yang sudah lama kusematkan di pelataran kasih-Nya.

Sampai saat itu tiba,
aku akan tetap tinggal di sini,
di bawah kepak sayap kasih-Nya,
bersenandung dalam damai:

"Tuhanlah warisanku. Tuhanlah bagian hatiku. Itu cukup bagiku."


Dan pada suatu waktu yang tak kunamai,
di musim yang hanya Tuhan sendiri yang tahu,
di antara bisikan angin dan tarian matahari yang lembut,
aku melihatnya.

Bukan dalam gemuruh pesta,
bukan dalam keramaian pasar,
tetapi di jalan sunyi, di mana jiwa-jiwa yang mencari berjalan perlahan,
menapaki tanah yang diberkati doa.

Dia datang —
bukan dengan tangan kosong,
melainkan dengan tangan yang menggenggam doa-doa panjang,
yang telah lebih dulu dinaikkan di ruang kudus antara bumi dan Surga.

Dia datang —
bukan sekadar mencari seseorang untuk mengisi kesepiannya,
melainkan mencari hatiku...
dengan izin dari Sang Pemilikku.

Aku tahu itu,
sebab aku melihatnya pertama-tama berlutut di altar kasih,
bukan langsung mengulurkan tangan padaku,
melainkan memandang ke Atas,
dan dengan suara gemetar, berkata,

"Bapa, jika berkenan,
berikanlah aku penjaga taman ini,
yang hatinya tersembunyi dalam pelataran-Mu."

Aku mendengarnya dalam rohku —
sebuah suara yang bergema pelan namun membelah seluruh keheningan hatiku.

Dan Tuhan tersenyum.
Aku tahu, karena dalam dadaku, ada getar sukacita yang tidak dapat kujelaskan dengan kata-kata duniawi.
Seperti bunga yang perlahan mekar di fajar hari,
aku dibangunkan oleh kasih yang tidak terburu-buru,
kasih yang tidak menguasai,
melainkan mengundang.

Bukan cinta yang datang dari kegelisahan,
bukan cinta yang lahir dari ketakutan akan kesendirian,
melainkan cinta yang berakar dari keintiman dengan Allah,
cinta yang belajar bahwa dalam kehilangan pun, ada kemenangan.
Bahwa dalam penyerahan, ada kehidupan yang sejati.

Dan dalam perjumpaan itu, aku sadar:
segala air mata yang pernah kucurahkan,
segala malam panjang penuh rintihan,
segala nyeri yang kutuliskan dalam bait-bait doaku,
tidak pernah sia-sia.
Tidak ada satu pun yang luput dari genggaman tangan-Nya yang setia.

Semuanya telah dikumpulkan,
seperti embun yang dijaga dalam bejana surgawi,
dan pada hari itu, bejana itu dituangkan kembali ke dalam hidupku,
bukan untuk memenuhi egoku,
tetapi untuk menyatakan kemuliaan kasih-Nya.

Aku,
yang dulu patah,
yang dulu menangis sendirian dalam malam-malam gelap,
yang dulu bertanya, "Tuhan, sampai kapan?"
kini tahu:
semua itu adalah jalan menuju taman ini.
Taman di mana aku belajar bahwa cinta sejati adalah tentang Tuhan terlebih dahulu,
bukan tentang aku,
bukan tentang dia,
tetapi tentang Dia — yang menulis kisah ini dengan tangan kasih yang kekal.

Dan di bawah naungan pohon-pohon berbuah harapan itu,
aku berjalan bersamanya,
bukan untuk saling memiliki dengan tangan yang rakus,
tetapi untuk saling menjaga dalam kasih yang tunduk pada salib Kristus.

Sambil tetap berpegang pada satu kebenaran ini:
"Tuhanlah yang lebih dahulu mencintai kami."


Dan di jalan yang penuh berkah itu,
di tempat di mana langkah-langkah kita dipandu oleh cahaya dari sorga,
kami berjalan,
beriringan,
bukan dengan beban hati yang ragu,
tetapi dengan keyakinan yang lahir dari kedalaman kasih yang telah dicairkan oleh Tuhan.

Kami bukan dua jiwa yang mencari satu sama lain,
tetapi dua jiwa yang telah terlebih dahulu ditemukan oleh Allah,
dipertemukan dalam takdir yang ditulis-Nya sejak kekekalan.
Bukan untuk saling mengisi kekosongan,
tetapi untuk saling menyempurnakan satu sama lain
di dalam perjalanan menuju kehidupan yang kudus.

Dalam setiap langkah yang kami ambil,
kami mengukir doa,
seperti ukiran di atas batu yang keras namun lembut disentuh oleh waktu.
Kami memegang tangan satu sama lain,
bukan sekadar untuk saling mendukung,
tetapi untuk saling mengingatkan,
untuk tetap berjalan di jalan yang benar,
meski badai datang meremukkan.

Karena kami tahu,
kehidupan yang dibangun bukan dari keinginan duniawi semata,
bukan dari janji-janji kosong yang hanya dilontarkan di dunia ini.
Tetapi kehidupan ini dibangun dari kasih Kristus,
yang mengikat kami dalam ikatan yang tidak bisa diputuskan oleh waktu,
tidak bisa dihancurkan oleh cobaan,
karena kasih-Nya adalah pondasi yang tak tergoyahkan.

Di setiap paginya, kami memulai dengan doa yang lembut,
memohon kekuatan untuk menjalani hari itu dengan hati yang penuh kasih,
dengan kelembutan yang mencerminkan sifat-Nya yang penuh kasih.
Di setiap malamnya, kami menutup hari dengan ucapan syukur,
atas setiap langkah yang telah ditempuh bersama,
atas setiap ujian yang dilalui,
dan atas segala yang telah Tuhan anugerahkan dalam hidup kami.

Setiap tawa yang kami bagi adalah lagu pujian kepada-Nya,
dan setiap tangis yang terjatuh adalah air mata yang disucikan oleh kasih-Nya.
Kami belajar untuk tidak melihat satu sama lain dengan mata dunia,
tetapi dengan mata hati yang telah dipenuhi oleh cinta yang sejati,
cinta yang berasal dari Allah yang Maha Pengasih.

Kami tahu bahwa hidup kami bukan milik kami lagi.
Kami bukan pemilik hidup kami sendiri.
Tuhanlah yang memegang kendali,
Tuhanlah yang menuntun langkah kami.
Kami hanya sebagai hamba yang berjalan dengan penuh kerendahan hati,
mengikuti jejak yang telah Dia buat di depan kami.

Tangan-Nya yang menuntun kami adalah tangan yang penuh berkat,
penuh penyertaan,
dan penuh kasih yang tidak mengenal batas.
Di dalam tangan-Nya, kami merasa aman,
kami merasa terlindungi,
dan kami merasa dipenuhi dengan kasih yang sempurna.

Pada saat pertemuan itu terjadi,
kami tahu bahwa pertemuan kami bukanlah kebetulan,
bukan sekadar sebuah takdir semata.
Tetapi itu adalah jawaban dari doa yang lama dipanjatkan,
jawaban atas janji-Nya yang setia,
bahwa Dia tidak akan membiarkan hamba-hamba-Nya berjalan sendirian,
terlebih dalam perjalanan yang suci ini.

Sekarang, kami tidak lagi berjalan dalam kebimbangan,
tidak lagi terombang-ambing oleh gelombang dunia,
karena kami tahu bahwa kasih Kristus adalah jangkar yang tak tergoyahkan.
Kami berjalan dengan penuh pengharapan,
menyambut masa depan yang penuh dengan kasih dan berkat yang telah Tuhan sediakan,
menghadapi setiap tantangan dengan keyakinan bahwa Tuhan selalu di pihak kami.

Dan pada akhirnya, kami tahu bahwa hidup kami akan berakhir di pelukan-Nya,
di tempat di mana tidak ada lagi air mata,
tidak ada lagi kesakitan,
hanya ada cinta yang abadi,
yang mengalir seperti sungai kehidupan.

Tuhanlah yang pertama kali mencintai kami,
dan karena itu, kami bisa saling mencintai,
bukan dengan kekuatan kami sendiri,
tetapi dengan kekuatan kasih-Nya yang tak terhingga.

Kami menyerahkan seluruh hidup kami ke dalam tangan-Nya,
dan di dalam Dia, kami menemukan kedamaian yang sejati,
sebuah kedamaian yang tidak dapat ditemukan di dunia ini,
tetapi hanya ada di dalam kasih-Nya yang sempurna.

-----


Di dalam perjalanan ini, aku menyadari sesuatu yang sangat mendalam:
bahwa setiap langkah yang aku ambil bersama-Nya adalah langkah menuju kehidupan yang sejati.
Bukan kehidupan yang dilihat oleh mata dunia,
bukan kehidupan yang diukur dengan keberhasilan atau kekayaan semata,
tetapi kehidupan yang diperoleh dari penyerahan diri yang penuh,
kehidupan yang tumbuh dalam keheningan hati yang mengandalkan Tuhan sepenuhnya.

Dan di tengah perjalanan ini, ada satu kesadaran yang semakin jelas:
kami bukan hanya pasangan yang berjalan bersama,
kami adalah dua jiwa yang diperkuat oleh kasih-Nya,
yang mengandalkan Tuhan dalam setiap keputusan yang kami buat.
Kami tahu bahwa kehidupan ini bukan milik kami,
tetapi milik-Nya yang memberi kami nafas hidup.

Terkadang, di tengah perjalanan ini,
kami merasa lelah dan penat,
terombang-ambing oleh berbagai ujian hidup yang datang tanpa diduga.
Namun, setiap kali kami merasa terjatuh,
Tuhan selalu mengulurkan tangan-Nya yang penuh kasih,
mengangkat kami kembali, memberi kekuatan baru untuk melangkah.

Kami belajar untuk tidak hanya mengandalkan kekuatan kami sendiri,
karena kami tahu bahwa tanpa Tuhan, kami tak bisa berbuat apa-apa.
Kami belajar untuk merendahkan hati,
untuk saling mendukung, saling menguatkan,
dan untuk terus berjalan dengan langkah yang penuh pengharapan.

Cinta yang sejati tidak hanya muncul dalam kebahagiaan,
tetapi juga dalam setiap kesulitan dan tantangan yang kami hadapi bersama.
Kami belajar untuk tetap berpegang pada janji-Nya,
bahwa segala sesuatu bekerja bersama untuk kebaikan bagi mereka yang mengasihi Tuhan.
Dan di tengah tantangan itu, kami menemukan kekuatan yang tak terduga,
sebuah kekuatan yang datang dari Tuhan, yang memberikan kami ketenangan
meski badai kehidupan datang menghampiri.

Kami tahu bahwa tidak ada perjalanan hidup yang sempurna,
tidak ada pasangan yang bebas dari konflik atau kesalahpahaman,
tetapi yang kami miliki adalah kasih yang dibangun atas dasar pengampunan,
kesetiaan, dan pengharapan yang selalu diarahkan kepada-Nya.
Di dalam kasih Kristus, kami menemukan kedamaian,
di dalam pengampunan-Nya, kami menemukan kebebasan.

Seiring waktu berjalan, kami semakin menyadari bahwa pernikahan,
atau apapun yang akan datang dalam kehidupan kami,
bukan hanya tentang berbagi kebahagiaan dan kesedihan,
tetapi tentang saling melayani, saling menumbuhkan,
dan saling mengarahkan satu sama lain menuju kesempurnaan yang datang dari Tuhan.

Kami ingin membangun rumah yang tidak hanya dilihat oleh dunia sebagai sebuah tempat tinggal,
tetapi rumah yang penuh dengan doa,
yang dipenuhi dengan kasih yang melampaui segala pemahaman,
yang setiap sudutnya dipenuhi dengan sukacita yang datang dari Tuhan semata.

Dan di dalam rumah itu, kami akan mengajarkan anak-anak kami,
bukan hanya tentang dunia ini,
tetapi tentang kasih Tuhan yang tak terhingga,
tentang kebaikan-Nya yang tak pernah berubah,
tentang pengampunan yang selalu terbuka,
dan tentang bagaimana setiap langkah hidup ini harus dilalui dengan penuh kerendahan hati dan pengabdian kepada-Nya.

Karena di akhir segala sesuatu,
kami tahu bahwa hidup kami bukanlah milik kami sendiri.
Kami adalah hamba-hamba yang berjalan di dalam terang kasih-Nya,
dan semua yang kami lakukan adalah untuk kemuliaan-Nya,
untuk menyatakan kasih-Nya kepada dunia,
bahwa Tuhan itu baik, Tuhan itu setia, dan Tuhan itu kasih yang sempurna.

Ketika kami bertemu nanti,
bukan hanya dengan janji manis di bibir,
tetapi dengan hidup yang penuh makna,
dengan setiap detiknya yang dipenuhi oleh kasih yang tak terukur,
dan dengan setiap langkahnya yang bergerak bersama Tuhan.
Kami tidak takut akan masa depan,
karena kami tahu bahwa Tuhan selalu menyertai kami,
dalam suka maupun duka,
dalam tawa maupun air mata.

Kami akan melanjutkan perjalanan ini,
bukan dengan hati yang penuh ketakutan akan kegagalan,
tetapi dengan hati yang penuh pengharapan,
karena kami percaya bahwa Tuhan yang telah memulai pekerjaan baik dalam hidup kami
akan menyelesaikannya dengan sempurna.

----


Kami tahu, hidup ini adalah perjalanan yang penuh dengan misteri,
dan tak ada satu pun dari langkah-langkah yang kami ambil yang tidak ditentukan oleh Tuhan.
Setiap liku yang kami hadapi, setiap tantangan yang datang,
semuanya adalah bagian dari rencana-Nya yang sempurna.

Ketika dunia berkata "tidak bisa,"
kami percaya bahwa dengan Tuhan, segalanya mungkin.
Ketika kebimbangan datang menghampiri,
kami tahu bahwa di dalam Tuhan, kami mendapatkan kedamaian yang melampaui segala pengertian.
Ketika kami jatuh, kami tahu bahwa tangan-Nya akan selalu mengangkat kami,
karena Dia adalah Tuhan yang tidak pernah meninggalkan umat-Nya.

Dalam kebersamaan kami, kami menyadari betapa besar kasih Tuhan yang tak terhingga,
bahwa setiap hembusan nafas adalah karunia,
setiap detik yang kami jalani adalah kesempatan untuk semakin dekat dengan-Nya.
Kami belajar untuk hidup dengan hati yang penuh syukur,
untuk melihat setiap momen sebagai anugerah,
untuk menerima segala yang ada, baik itu suka maupun duka,
dengan lapang dada, karena kami tahu bahwa itu semua adalah bagian dari proses-Nya.

Ada kalanya kami merasa lelah dan tak sanggup,
tapi ketika kami mendekat pada-Nya,
kami menemukan kekuatan baru,
kekuatan yang tidak datang dari diri kami,
tetapi dari kasih-Nya yang mengalir tanpa henti,
dari janji-Nya yang setia,
bahwa Dia tidak akan membiarkan kami berjalan sendiri.

Kami tahu, hidup ini bukanlah tentang mencapai tujuan semata,
tetapi tentang bagaimana kami menjalani setiap langkah dengan penuh iman,
dengan hati yang dipenuhi dengan kasih dan pengampunan,
dan dengan kepercayaan bahwa Tuhan sedang membentuk kami menjadi lebih baik,
menjadi lebih seperti Dia,
dalam segala hal yang kami lakukan.

Cinta yang kami miliki bukan cinta yang dunia ajarkan,
bukan cinta yang berdasarkan pada kebahagiaan sementara,
tetapi cinta yang berasal dari Tuhan,
cinta yang tak mengenal syarat,
yang memberi tanpa mengharap kembali,
yang saling mendukung dan menguatkan,
meskipun dalam situasi yang paling sulit sekalipun.

Dan ketika waktu itu tiba,
ketika Tuhan mempertemukan kami dalam kedalaman-Nya,
kami tahu bahwa itu adalah bukti betapa besar kasih-Nya terhadap kami.
Bukan hanya sebagai pasangan,
tetapi sebagai dua individu yang disatukan untuk saling melayani,
untuk saling memperlengkapi,
dan untuk bersama-sama berjalan menuju kehidupan kekal yang sudah dipersiapkan-Nya.

Kami tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan,
tetapi satu hal yang pasti,
kami berjalan dengan hati yang penuh harapan,
dengan penuh keyakinan bahwa setiap langkah yang kami ambil adalah bagian dari rencana-Nya yang lebih besar,
rencana yang membawa kami lebih dekat pada-Nya,
rencana yang memuliakan nama-Nya.

Di dalam setiap doa, kami berdoa agar Tuhan memberi kami kekuatan,
kekuatan untuk terus bertumbuh dalam kasih,
kekuatan untuk saling mendukung dan mengingatkan satu sama lain,
kekuatan untuk tetap setia pada-Nya,
meskipun dunia ini sering menggoyahkan hati.

Kami tahu, tidak ada cinta yang sempurna selain cinta Tuhan,
dan dalam cinta-Nya, kami menemukan kedamaian yang sejati,
kami menemukan ketenangan yang tidak bisa ditemukan di tempat lain.
Dengan setiap langkah yang kami ambil, kami semakin mengerti bahwa hidup ini adalah perjalanan yang tidak bisa ditempuh dengan kekuatan sendiri,
tetapi dengan kekuatan yang datang dari Tuhan,
yang menyertai kami setiap saat.

Dan ketika kami sampai pada akhirnya,
kami akan menoleh ke belakang,
dan melihat bagaimana Tuhan telah menuntun kami dari satu langkah ke langkah lainnya.
Kami akan mengingat setiap air mata, setiap tawa, setiap tantangan, dan setiap kemenangan,
karena semuanya adalah bagian dari kisah indah yang Tuhan tulis dalam hidup kami.

Hidup ini, dengan segala kepahitannya,
adalah proses yang membawa kami menuju tujuan yang kekal,
tujuan di mana kami akan bersama-sama menikmati kasih Tuhan,
kasih yang tidak ada habisnya,
kasih yang sempurna,
kasih yang akan mengikat kami untuk selama-lamanya.

----


Dalam setiap perjalanan yang kami tempuh, ada pelajaran berharga yang kami dapatkan—pelajaran tentang kerendahan hati, pengampunan, dan bagaimana mengasihi tanpa syarat. Kami menyadari, bahwa cinta yang sejati bukanlah cinta yang muncul hanya saat semuanya berjalan baik, tetapi cinta yang tetap ada saat badai kehidupan datang. Cinta yang tahan terhadap ujian, yang tidak terombang-ambing oleh perasaan sesaat, melainkan cinta yang dibangun atas dasar iman yang kokoh kepada Tuhan.

Kami belajar untuk tidak lagi fokus pada kesalahan masa lalu, pada luka-luka yang pernah ada, tetapi untuk melihat ke depan—ke masa yang penuh dengan kemungkinan. Kami tahu, bahwa hidup ini tidak selalu mudah, dan terkadang kami merasa terjatuh dalam keputusasaan, namun kasih Tuhan selalu ada untuk mengangkat kami, memberikan kekuatan yang tak terduga, memberikan kami kemampuan untuk bangkit kembali.

Kami belajar untuk tidak hanya mengandalkan kekuatan kami sendiri, karena kami tahu betul, bahwa kekuatan manusia sangat terbatas. Tetapi, ketika kami menyerahkan semuanya kepada Tuhan, ketika kami membiarkan-Nya memimpin langkah kami, kami menemukan kedamaian yang sejati. Kami menemukan bahwa Tuhan adalah penopang yang tak tergoyahkan, yang tak pernah meninggalkan, yang selalu hadir dalam setiap kesulitan dan kebahagiaan.

Setiap pertemuan dan perpisahan, setiap canda dan tangis, semuanya mengajarkan kami sesuatu yang berharga—bahwa hidup ini adalah anugerah yang harus disyukuri, bahkan di tengah-tengah rasa sakit. Kami tahu, bahwa tanpa rasa sakit itu, kami tidak akan pernah tahu betapa berharganya kebahagiaan. Tanpa ujian itu, kami tidak akan pernah tahu sejauh mana kekuatan iman kami. Kami tidak akan pernah tahu betapa dalam kasih Tuhan itu mengalir dalam hidup kami.

Dan di tengah perjalanan ini, kami semakin yakin, bahwa kasih Tuhan adalah fondasi yang tak tergoyahkan, yang akan selalu ada untuk menopang kami dalam segala situasi. Kami tahu, bahwa cinta yang dibangun atas dasar kasih Tuhan, akan terus berkembang dan bertumbuh, meskipun ada banyak tantangan yang datang. Kami percaya, bahwa setiap ujian yang datang, adalah kesempatan bagi kami untuk semakin dekat dengan-Nya, untuk semakin mengerti bahwa Tuhan adalah segala-galanya dalam hidup kami.

Kami akan terus berjalan bersama, dengan iman yang penuh, dengan hati yang penuh harapan, dan dengan keyakinan bahwa Tuhan selalu menyertai kami. Kami tahu, bahwa meskipun hidup ini penuh dengan ketidakpastian, satu hal yang pasti—Tuhan tidak akan pernah meninggalkan kami. Dia adalah Bapa yang setia, yang selalu menjaga, yang selalu mendengar setiap doa, dan yang selalu hadir dalam setiap langkah kami.

Ketika perasaan takut datang menghampiri, kami akan mengingat janji Tuhan—bahwa Dia tidak akan membiarkan kami berjalan sendirian. Ketika kami merasa lelah dan ingin menyerah, kami akan mengingat kasih-Nya yang tak terhingga, yang memberi kami kekuatan untuk terus melangkah. Ketika dunia berkata “tidak mungkin,” kami akan mengingat bahwa bagi Tuhan, segala sesuatu adalah mungkin.

Kami tahu bahwa hidup ini bukanlah tentang berapa banyak pencapaian yang kami raih, bukan pula tentang bagaimana dunia melihat kami. Hidup ini adalah tentang bagaimana kami menjalin hubungan yang mendalam dengan Tuhan, bagaimana kami mengasihi-Nya, dan bagaimana kami mengasihi satu sama lain dengan tulus. Kami belajar bahwa kebahagiaan sejati bukanlah hasil dari apa yang kami miliki, tetapi dari apa yang kami beri, dari bagaimana kami mencintai dan melayani Tuhan dan sesama.

Dan suatu hari nanti, saat kami menoleh ke belakang, kami akan melihat bahwa perjalanan ini bukan hanya tentang pencapaian yang kami raih, tetapi tentang bagaimana kami berjalan bersama Tuhan, bagaimana kami membiarkan kasih-Nya membentuk kami menjadi lebih baik, menjadi lebih seperti Dia.

Kami percaya, bahwa Tuhan telah merencanakan segala sesuatu dengan sempurna. Kami mungkin tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, namun kami tahu bahwa Tuhan yang memimpin kami. Dan karena itu, kami tidak takut menghadapi masa depan, karena kami tahu bahwa di dalam kasih-Nya, kami menemukan harapan yang tak tergoyahkan.


Hingga saat itu tiba,
biarlah aku menanti,
berdiam di dalam hadirat Tuhan.
Bukan berdiam dalam ketidakpedulian,
bukan pula dalam sikap pasif yang menunggu tanpa arah.
Namun aku menanti dengan hati yang penuh pengharapan,
menanti dengan doa yang terus mengalir,
menanti dengan kerendahan hati dan semangat yang tak pernah padam.

Aku tahu, dalam penantian ini, aku tidak sendiri.
Tuhan berjalan bersamaku,
menuntunku setiap langkah,
membimbingku dengan kasih-Nya yang tak terukur.
Aku belajar untuk tidak hanya menunggu,
tapi juga untuk bertumbuh,
untuk membangun hidupku menjadi lebih baik,
menjadi versi terbaik yang Tuhan inginkan.

Aku meraih takdirku dengan penuh kepercayaan,
percaya bahwa setiap hari adalah kesempatan baru
untuk mendekat pada tujuan yang telah Tuhan tetapkan untukku.
Aku berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih dewasa,
lebih bijaksana,
lebih penuh kasih,
dan lebih setia dalam menjalani hidup yang Dia percayakan.
Tuhan telah memberi aku segala yang aku butuhkan untuk berkembang,
dan aku ingin memanfaatkan setiap anugerah-Nya dengan sebaik-baiknya.

Tidak lagi terbelenggu oleh keraguan atau ketakutan,
aku melangkah dengan iman yang teguh,
meskipun jalan ini tidak selalu mudah.
Setiap tantangan adalah kesempatan untuk aku menunjukkan siapa aku di dalam Tuhan,
dan setiap luka adalah pelajaran yang menguatkanku.
Aku tidak takut lagi, karena aku tahu,
kasih karunia Tuhan akan selalu mencukupi,
dan aku tidak akan pernah kekurangan apapun yang aku perlukan dalam hidup ini.

Penantian ini bukanlah tentang menunggu tanpa usaha,
melainkan tentang menjalani setiap detik dengan penuh makna,
tentang mengasah diriku dalam segala aspek kehidupan,
tentang mencintai diriku dengan cara yang Tuhan inginkan.
Aku berusaha untuk menjadi lebih baik bukan untuk dunia,
tetapi untuk memenuhi panggilan-Nya dalam hidupku,
untuk menjadi alat-Nya yang bisa memberi dampak positif bagi sesama.

Aku tahu bahwa destinasi terbaik yang Tuhan persiapkan untukku
sudah ada di depan mata,
meskipun aku belum tahu secara pasti kapan aku akan mencapainya.
Yang pasti, aku akan sampai ke sana,
karena Tuhan yang memimpin setiap langkahku,
dan kasih-Nya yang tak pernah habis adalah sumber kekuatanku.

Aku percaya, Tuhan telah merancang setiap bagian dari hidupku
dengan penuh kasih,
dengan rencana yang indah yang akan terungkap satu per satu seiring berjalannya waktu.
Dan aku bersyukur, aku diberi kesempatan untuk hidup di dalam rencana-Nya,
untuk melihat bagaimana Tuhan bekerja dalam setiap aspek hidupku,
dan bagaimana aku bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik,
yang lebih mencerminkan kasih-Nya,
yang lebih mendekati tujuan-Nya.

Hidupku adalah sebuah perjalanan,
dan aku memilih untuk terus berjalan,
dengan langkah yang penuh iman,
dengan hati yang dipenuhi dengan pengharapan yang tidak akan pernah pudar.
Aku tahu, Tuhan yang telah memulai pekerjaan baik dalam hidupku
akan menyelesaikannya dengan sempurna.
Aku tidak perlu takut,
karena aku tahu bahwa Tuhan setia,
dan kasih-Nya adalah sumber dari segala sesuatu yang baik.

Sekarang, aku menyerahkan segala rencana, harapan, dan impianku ke tangan Tuhan,
karena aku percaya bahwa Dia yang lebih tahu dari siapapun
apa yang terbaik untuk hidupku.
Aku akan terus berusaha, terus berdoa,
terus tumbuh dalam kasih dan pengertian,
sampai waktu-Nya datang,
dan saat itu tiba, aku akan siap untuk menerima semua yang Tuhan sediakan.

-----

Dan saat itu tiba,

di saat yang sudah Tuhan tentukan dengan sempurna,
aku akan berdiri dengan hati yang tenang,
dengan tangan yang terbuka menerima segala yang Tuhan siapkan.
Aku akan berjalan dengan langkah yang mantap,
karena aku tahu bahwa aku tidak pernah berjalan sendirian.
Kasih-Nya selalu menyertai setiap jejakku,
menuntun aku melalui jalan yang kadang terjal,
tapi selalu penuh dengan janji-Nya yang indah.

Aku tidak lagi mencari kebahagiaan di luar diriku,
karena aku tahu bahwa kebahagiaan yang sejati hanya datang dari Tuhan.
Aku belajar untuk menemukan kedamaian dalam hati yang penuh dengan-Nya,
untuk merasakan kasih-Nya dalam setiap detik hidupku,
meskipun dunia di luar terkadang mengguncang.
Aku belajar untuk tidak menuntut lebih dari yang Tuhan beri,
karena apa yang Dia berikan sudah lebih dari cukup untukku.
Dalam setiap napas yang aku hirup,
ada rasa syukur yang mendalam atas kasih dan kemurahan-Nya.

Sebelum aku menanti kedatangan yang Tuhan siapkan untukku,
aku akan fokus untuk menjadi pribadi yang kuat,
yang tidak bergantung pada apapun selain pada-Nya.
Aku akan membangun diriku,
menciptakan kedamaian dalam hati,
menjadi pribadi yang penuh dengan kasih,
yang bisa menjadi berkat bagi orang-orang di sekitarku.
Aku tidak lagi mencari seseorang untuk melengkapi hidupku,
karena aku tahu, hanya Tuhan yang bisa melengkapi setiap kekosongan hatiku.

Tuhan yang aku percayai adalah Tuhan yang tak pernah gagal,
Tuhan yang memiliki rencana sempurna untuk setiap anak-Nya,
dan aku tahu bahwa waktu-Nya adalah waktu yang terbaik.
Aku hanya perlu berdiam dalam hadirat-Nya,
dan membiarkan Tuhan yang mengatur langkah hidupku.
Dia tahu apa yang terbaik untukku,
dan aku akan terus menyerahkan hidupku ke dalam tangan-Nya,
percaya bahwa Dia memegang kendali penuh atas hidupku.

Sampai suatu hari nanti, ketika waktu itu tiba,
aku akan siap untuk menerima segala yang Tuhan sudah persiapkan.
Aku akan berjalan dengan penuh kedamaian,
dengan hati yang sudah dipenuhi dengan kasih Tuhan,
dan dengan keyakinan bahwa Tuhan telah mempersiapkan segala sesuatu dengan sempurna.
Aku tidak perlu khawatir tentang masa depan,
karena aku tahu bahwa masa depanku ada dalam tangan-Nya yang penuh kasih.

Dan ketika dia datang,
bukan karena aku menunggu dengan gelisah atau penuh harap,
tetapi karena Tuhan mengirimnya,
sebagai bagian dari rencana-Nya yang indah untuk hidupku.
Aku percaya bahwa Tuhan akan menyatukan kami pada waktu yang tepat,
di saat kami masing-masing telah siap untuk menjadi bagian dari hidup yang lain,
dalam kasih yang dibangun atas dasar iman kepada-Nya,
dan kesetiaan kepada satu sama lain,
dalam perjalanan hidup yang telah Tuhan tetapkan.

Tuhan yang mengatur segalanya,
Aku hanya perlu berdiam dalam hadirat-Nya,
terus tumbuh dalam kasih dan iman,
dan ketika waktu itu datang,
Aku akan siap untuk menerima berkat yang telah Tuhan siapkan.
Tidak ada yang lebih indah dari hidup yang sepenuhnya dipimpin oleh-Nya,
dari perjalanan yang dibangun atas dasar kasih-Nya yang tak terbatas.


Dan pada akhirnya,
ketika langit malam menjadi saksi bisu,
ketika angin membawa bisikan kasih yang lembut,
semua yang aku tunggu dan harapkan akan datang seperti fajar yang terbit,
perlahan namun pasti, membawa cahaya yang hangat dan menenangkan.
Aku menanti, dengan hati yang penuh iman,
karena aku tahu bahwa Tuhan tidak akan pernah meninggalkan janji-Nya.
Di setiap langkahku yang terkadang terseok,
aku yakin ada tangan Tuhan yang selalu menopang,
membimbingku melintasi lembah dan bukit kehidupan ini.

Seperti matahari yang tidak pernah berhenti terbit,
kasih-Nya tak pernah berhenti menyinari hatiku,
membimbingku melewati kegelapan,
dan memberiku harapan baru setiap hari.
Saat aku terjatuh, aku tahu Dia mengangkatku,
ketika aku lelah, Dia memberi kekuatan,
dan ketika aku merasa kosong,
Dia memenuhi hatiku dengan kasih yang tak terhingga.

Aku menanti, bukan dalam pasif, tetapi dengan penuh makna,
karena aku tahu, penantian ini adalah bagian dari proses,
dan dalam proses itulah aku ditempa,
menjadi lebih kuat, lebih bijaksana, dan lebih peka.
Seperti pohon yang tumbuh, akar-akarnya menguat dalam tanah yang gersang,
demikian juga hatiku yang kini semakin kokoh,
meskipun hujan dan badai kehidupan datang menerpa.

Saat itu tiba,
ketika Tuhan melihat waktunya sempurna,
aku akan siap menyambutnya,
bukan karena aku menunggu dengan rasa hampa,
tetapi karena aku menanti dengan penuh keyakinan,
dalam kedamaian hati yang hanya bisa diberikan oleh-Nya.
Aku tidak lagi terganggu oleh rasa cemas atau ketakutan,
karena aku tahu, tangan Tuhan yang memegang takdirku,
dan Dia tidak pernah salah dalam mengatur waktu.

Sampai saat itu tiba,
aku akan terus berjalan,
bukan dalam kesendirian, tetapi dalam hadirat-Nya yang menyertai.
Aku akan terus tumbuh, terus belajar,
terus mengasihi dengan tulus,
menjadi pribadi yang tidak hanya menanti, tetapi juga bertumbuh dalam kasih-Nya.
Aku akan menyambut masa depan dengan tangan terbuka,
karena aku tahu, setiap detik yang Tuhan beri adalah anugerah,
dan setiap langkah adalah bagian dari kisah-Nya yang penuh makna.

Dan suatu hari, ketika segala sesuatunya sudah terwujud,
aku akan melihat kembali perjalanan ini dengan penuh syukur,
karena aku tahu, setiap langkah, setiap air mata,
setiap senyuman dan setiap penderitaan,
semua itu adalah bagian dari rencana indah-Nya untuk hidupku.
Aku tidak akan lagi merasa kosong atau terbuang,
karena aku telah menemukan kedamaian dalam kasih-Nya yang sempurna.
Aku akan melihat hidupku sebagai karya seni Tuhan yang penuh warna,
dan saat itulah aku akan merasakan kebahagiaan yang hakiki,
kebahagiaan yang datang dari kesetiaan-Nya yang tak tergoyahkan.

Hingga saat itu tiba,
aku akan berdiam dalam hadirat-Nya,
terus bertumbuh, terus menunggu,
dengan penuh harapan yang tidak pernah padam,
karena aku tahu, kasih Tuhan adalah pelita di setiap langkahku,
dan dalam setiap janji-Nya, aku menemukan hidup yang penuh makna.
Aku akan menunggu, namun tidak dalam kesepian,
karena aku tahu, dalam setiap penantian, Tuhan selalu bersama,
dan di dalam Dia, segala sesuatu menjadi indah pada waktunya.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tangisan Pohon Mangga

Chiko & Chika

Cinta Yang Hangat Untuk Hati Yang Dingin