Still in Prayer
Ada masa-masa di mana pertanyaan-pertanyaan yang terlontar menyerupai angin musim panen—berisik tapi tak bisa dihindari. Seperti desir yang menyapu dedaunan kering, pertanyaan-pertanyaan itu datang berulang, menyentuh daun telinga yang sudah lelah mendengar, namun tetap tak mampu melawan gema yang terselip di sela senyuman.
“Kak Dewiii, udah ada calon abang kita belum?”
“Kapan kita pesta, kaakkk?”
“Kapan nikah, kakkk?”
Ah, tanya-tanya itu seperti lagu lama yang terus diputar—menggema dari sudut-sudut keramaian, masuk ke telinga yang nyaris tak lagi kaget, tapi kadang masih membuat hati lirih diam-diam.
Namun, aku belum siap.
Belum untuk berjalan menuju altar sambil menggenggam tangan seseorang.
Bukan karena aku tak ingin, tapi karena aku masih harus menyelesaikan perjalanan ini—perjalanan yang penuh luka, penuh pelajaran, yang harus kulalui sendiri, dengan langkah pelan dan napas panjang.
Aku tengah memunguti serpihan hatiku yang sempat hancur tanpa permisi.
Terlalu rapuh untuk ditawarkan kembali, terlalu bernilai untuk dibagi sebelum sepenuhnya utuh.
Patah hati terakhir itu… biarlah menjadi akhir dari segala perpisahan yang perih.
Air mata yang tak henti, suara yang hilang, malam-malam panjang yang sunyi—semua sudah kuletakkan di kaki salib.
Tempat paling teduh bagi jiwa yang nyaris habis.
Aku telah menyerahkan hatiku pada Tuhan.
Aku menyimpannya jauh, di kedalaman kasih-Nya, agar tak mudah dijamah oleh sembarang singgah.
Jika kelak seseorang hendak hadir, biarlah ia meminta langsung pada Sang Pemilik hatiku, karena hanya Dia yang tahu betapa rapuhnya aku, dan bagaimana cara menjaga yang hancur agar kembali kuat.
Aku tidak lagi mengejar. Aku bersembunyi.
Bukan karena takut, tapi karena tahu:
Ada masa untuk membangun diriku lebih dulu—seutuhnya.
Aku ingin tumbuh, tak hanya luar tapi juga dalam.
Menjadi taman yang subur bagi jiwaku sendiri sebelum menjadi rumah bagi jiwa yang lain.
Aku ingin bahagia dengan diriku sendiri, menemukan damai dalam sunyi, dan tertawa meski sendiri.
Aku ingin dibentuk oleh tangan Tuhan lebih dahulu, sebelum tangan manusia lain menyentuhku.
Aku ingin ditemukan dalam kondisi terbaik—bukan karena buru-buru, tapi karena waktunya benar.
Yang datang nanti, bukan karena aku mencarinya, tapi karena Tuhan telah lebih dulu menuliskannya.
Dan saat itu tiba, aku tahu, itu bukan yang tercepat—tapi yang terbaik.
Sesuai musimnya. Sesuai waktu-Nya.
Dengan jiwa yang telah dipulihkan, hidup yang telah dimenangkan, dan cinta yang tak lagi takut untuk percaya.
---
Kini aku berjalan dalam musim tenang.
Langkahku pelan, tapi pasti—bukan lagi pelarian dari luka, melainkan perjalanan menuju pulih yang hakiki.
Aku sedang belajar menjadi perempuan yang tidak terburu-buru, karena aku tahu: yang indah tak pernah tumbuh dalam kegaduhan.
Bahkan fajar pun menanti malam benar-benar usai sebelummenyinari bumi dengan sinarnya yang lembut dan sabar.
Aku tidak ingin mencinta dengan separuh jiwa.
Aku ingin mencinta dengan penuh kesadaran—bukan karena kosong, tapi karena limpah.
Bukan karena haus, tapi karena telah menjadi sungai yang jernih dan cukup untuk dirinya sendiri.
Dan dalam doaku yang paling rahasia, aku selalu berkata,
"Tuhan, jika ada seseorang yang Kau kirim untuk menjadi teman perjalananku, biarlah ia datang bukan hanya untuk menambal yang retak, tapi untuk berjalan bersamaku menuju-Mu."
Bukan sekadar kekasih, tetapi penyaksi rahasia dalam kamar doa, yang tak hanya mencinta tubuhku, tapi juga menundukkan hatinya untuk memuliakan-Mu bersamaku.
Aku tidak lagi mencari cinta yang membuat jantung berdebar-debar karena ragu,tapi cinta yang tenang—seperti pelukan rumah di tengah badai, seperti tangan yang menuntun tanpa menarik,dan suara yang mendekap, tanpa harus lantang.
Sebab aku percaya, bahwa Tuhan tidak pernah lupa mencatat air mata yang jatuh di bantal, dant pernah alpa menyimpan cerita cinta yang ditulis dalam sunyi.
Setiap luka yang kupulihkan bersama-Nya,
adalah halaman baru yang disiapkan untuk bab yang lebih indah.
Jadi untuk sekarang, biarlah aku tetap menari di taman doaku.
Merawat setiap impian yang belum mekar,
mendekap diriku sendiri dengan penuh kasih,
dan menunggu—bukan dengan cemas, tapi dengan damai.
Sebab cinta yang benar akan datang bukan karena aku memanggil, tapikarena Tuhan yang mengutus.
Dan saat itu tiba, aku tak lagi berkata,
“Akhirnya…”
tapi,
“Terima kasih, Tuhan… Engkau menepati janji dengan cara yang paling lembut dan suci.”
----
Ada saat-saat di mana aku masih menoleh ke belakang.
Bukan untuk menyesali, tapi untuk mengucap terima kasih.
Pada luka-luka yang mengajari aku untuk tidak menyerah pada kehampaan.
Pada malam-malam panjang yang membentuk aku menjadi perempuan yang lebih kuat dalam diam.
Sekarang, aku bukan lagi gadis yang bertanya,
"Kenapa dia pergi?"
Tapi perempuan yang berkata,
"Terima kasih karena engkau pernah singgah,
dan meninggalkan ruang yang kini Tuhan isi dengan pelukan-Nya sendiri."
Aku bukan lagi rumah yang menunggu,
tapi taman yang mekar perlahan,
karena sinar Tuhan yang setia menumbuhkan,
meski manusia pernah memilih pergi.
Dan jika nanti aku mencinta lagi,
aku tidak akan jatuh.
Aku akan berdiri, membuka tanganku lebar-lebar,
dan berkata,
"Ayo berjalan bersamaku,
bukan untuk saling sandar, tapi untuk saling kuatkan."
Aku tidak lagi menulis puisi untuk merayu seseorang agar tinggal.
Kini, aku menulis karena aku telah tinggal di dalam diriku sendiri.
Di rumah paling teduh,
yang Tuhan bangun dari puing-puing yang dulu berserakan.
Dan jikalau seseorang itu benar akan datang—
Ia akan datang bukan dengan gempita,
tapi dengan kesederhanaan yang suci.
Dengan hati yang telah melewati badai dan tetap memilih lembut,
dengan iman yang tak goyah meski pernah patah.
Ia tidak akan bertanya,
"Apakah engkau mencintaiku?"
Tapi ia akan berkata,
"Aku ingin mencintai Tuhan bersamamu."
Dan di sanalah,
aku tahu,
bahwa semua sabar dan luka dan waktu yang panjang itu,
tidak sia-sia.
Tuhan tidak pernah terlambat.
----
Mungkin dunia akan terus bertanya,
"Mengapa sendiri?"
Padahal bukan kesendirian yang kupilih, tapi keutuhan.
Aku sedang merenda kembali jiwaku, dengan benang yang tenang, bukan benang yang tergesa-gesa mengejar momen yang ramai tapi kosong.
Aku belajar memeluk diriku sendiri, di pagi-pagi yang sunyi, sambil menyeduh kopi, membaca Mazmur, dan mengucap syukur—bukan karena semuanya baik, tapi karena aku tetap ada, tetap bernapas, tetap percaya.
Hidup bukan tentang siapa yang lebih cepat sampai di pelaminan, tapi siapa yang paling sungguh menjalani proses pemurnian.
Aku tak ingin hanya dipilih, aku ingin dihormati, dipahami, didoakan dalam diam yang sungguh.
Karena cinta yang sejati, bukan tentang deretan bunga dan janji manis, tapi tentang berani duduk berdua dalam sepi dan tetap merasa cukup.
Tentang seseorang yang tidak lari saat melihat luka,tapi berkata,
"Aku di sini… mari kita rawat bersama."
Aku tak sedang menunggu pangeran berkuda.
Aku menanti seorang peziarah,
yang hatinya lelah mencari, tapi belum menyerah.
Yang tahu bahwa cinta adalah tempat pulang, bukan pelarian.
Dan jika waktu itu tiba,
aku ingin mengenalnya bukan dari sorot mata atau tawa,
tapi dari caranya berdoa.
Dari cara ia memperlakukan ibunya,
dari caranya menyentuh dunia—bukan dengan kesombongan,
tapi dengan ketulusan yang memijak bumi dan menggenggam langit.
Aku ingin seseorang yang mencintaiku dengan hati yang telah diremukkan oleh Tuhan,
karena hanya hati yang remuk yang tahu bagaimana cara merawat sesuatu yang pernah hampir mati.
Sampai saat itu,
biarlah aku terus bertumbuh.
Seperti pohon yang tenang, tapi akarnya menghujam dalam.
Seperti rembulan yang redup, tapi setia muncul setiap malam.
Aku tak sedang menunggu cinta…
aku sedang menjadi cinta itu sendiri.
Yang kelak akan ditemukan,
oleh jiwa yang juga sedang mencari Tuhan—lebih dari sekadar mencari pasangan.
-----
Ada hari-hari ketika aku masih terbangun dengan dada yang berat,
meski tak lagi karena patah hati,
melainkan karena kesadaran bahwa proses pemulihan itu tak pernah instan.
Kadang aku menangis, tapi bukan karena ingin kembali…
melainkan karena aku terlalu lama memikul rindu yang tak pernah tahu harus pulang ke mana.
Namun, aku tidak ingin kembali ke masa lalu,
aku hanya sedang belajar berdamai dengan jejaknya.
Belajar menyayangi diri yang pernah hancur,
dan menyeka air mata yang bahkan tak sempat jatuh di hadapan siapa-siapa.
Karena…
bukan hanya tubuh yang butuh makan dan istirahat.
Jiwa pun butuh tempat bernaung,
dan kini aku tahu: tempat itu ada di hadirat Tuhan.
Aku tak sedang menyusun strategi untuk dicintai.
Aku sedang membiarkan diriku diolah—oleh waktu,
oleh air mata,
oleh kasih yang tidak menuntut balasan apa pun kecuali kesetiaan.
Jika kelak aku jatuh cinta lagi,
maka itu bukan karena aku kosong dan butuh diisi.
Tapi karena aku penuh, dan siap berbagi.
Karena aku utuh, dan tak lagi menggenggam dengan takut kehilangan.
Aku tidak butuh diselamatkan,
aku butuh disertai.
Aku tidak butuh seseorang yang melengkapi,
karena aku ingin dua pribadi utuh yang berjalan beriringan,
saling mencermin, bukan saling menggantungkan.
Aku ingin cinta yang lahir dari kedewasaan,
bukan dari ketakutan ditinggalkan.
Aku ingin dipilih setiap hari—bukan karena kewajiban,
tapi karena kerinduan.
Dan saat aku akhirnya bersanding dengan dia yang Tuhan kirim,
aku tahu aku tidak sedang menikahi pelarian dari luka,
tapi jawaban dari doa panjang.
Dia yang datang bukan untuk menambal,
tapi untuk berjalan bersama—menuju panggilan yang lebih besar dari sekadar saling memiliki.
Karena cinta bukan soal memiliki…
cinta adalah soal menyertai.
----
Dan di hari-hari tertentu, ketika langit mendung tak terlalu gelap tapi cukup membuat lampu kota menyala lebih awal,
aku suka membayangkan masa depanku.
Bukan dengan gaun putih atau pesta besar yang megah,
tapi dengan ketenangan…
dengan tangan yang menggenggamku bukan karena euforia,
melainkan karena tekad dan iman.
Aku ingin menua bersama seseorang yang tahu cara memeluk jiwaku,
bukan hanya tubuhku.
Seseorang yang tahu bahwa aku tak selalu kuat,
dan tak mengharuskanku untuk selalu menjadi cahaya ketika aku pun ingin beristirahat dalam pelukan teduh.
Aku ingin pulang pada seseorang yang hatinya dipenuhi langit,
yang jika bicara tentang masa depan,
ia tak sekadar menyebut rencana-rencana,
tapi menyelipkan doa di setiap kalimatnya.
Karena aku sudah terlalu sering menjadi penyangga dalam badai,
kali ini aku ingin menjadi taman yang disirami,
tempat dua jiwa bertumbuh bersama,
tak lagi saling menyelamatkan dari gelap,
melainkan saling menuntun ke terang.
Sebab cinta sejati bukan pelarian dari luka,
tapi perhentian yang Tuhan siapkan setelah badai reda.
Dan aku tahu,
ketika hatiku sudah begitu dipenuhi damai,
ketika aku tidak lagi mencari,
justru saat itulah Tuhan akan membawa dia datang—diam-diam,
tanpa perlu banyak isyarat,
tapi hatiku akan tahu:
inilah dia,
dia yang dulu kusebut dalam doa,
dia yang tak datang untuk mengganti masa lalu,
melainkan untuk memulai hari-hari baru yang kudus dan indah.
Dan mungkin…
hari itu tidak akan datang dengan gegap gempita,
tapi dengan langkah tenang dan suara yang lembut,
seperti bisikan surga yang turun ke bumi:
“Aku kirim dia… karena kamu sudah siap dicintai, bukan hanya disembuhkan.”
-----
Ada harapan yang tak lagi bersuara,
tapi diam-diam tumbuh akar.
Bukan karena ia tak ingin didengar,
melainkan karena ia memilih untuk menanti dengan tenang,
seperti benih yang tahu musimnya belum tiba,
namun percaya bahwa kelak akan mekar—pada waktunya.
Aku belajar, bahwa mencintai diri sendiri bukan berarti menutup pintu bagi yang lain,
melainkan menjaga jendela hati agar hanya cahaya yang suci yang bisa masuk.
Bukan karena tinggi standarku,
tapi karena aku pernah membiarkan terlalu banyak masuk tanpa arah,
dan kini aku tahu: cinta sejati bukan tentang banyaknya hadir,
tapi tentang siapa yang tinggal.
Dan ketika aku membayangkan hari-hari nanti,
aku tak membayangkan kemewahan atau kisah penuh sensasi,
aku hanya ingin:
sebuah pagi di mana dua cangkir teh panas menunggu di meja,
dengan percakapan yang tidak terburu-buru,
tentang iman, tentang mimpi, dan tentang rasa syukur
karena kita masih diberi waktu bersama.
Aku ingin seseorang yang tak keberatan mencintaiku
di hari-hari ketika aku tidak bisa menulis puisi,
yang tak pergi ketika mataku kehilangan cahaya,
yang bersedia duduk diam di sebelahku tanpa kata,
karena ia tahu, kadang diam adalah bahasa paling setia.
Aku ingin hubungan yang seperti doa,
tenang tapi menggetarkan,
tulus dan tak menuntut panggung,
cukup menjadi saksi satu sama lain—bahwa kita telah melewati gelap,
dan masih memilih untuk mencinta, dengan iman yang sama.
Karena cinta sejati…
bukan soal menuntaskan dahaga,
tapi tentang menjadi sungai yang terus mengalir,
melewati musim,
melewati perbedaan,
dan tetap jernih—karena berasal dari Sumber yang tidak pernah kering.
Dan jika suatu hari, aku bertemu dengannya,
aku tidak akan bertanya: “Kamu datang dari mana?”
melainkan akan berkata dalam hati:
“Terima kasih karena kamu juga berjalan perlahan…
dan tidak terburu-buru menemukan aku.”
-----
Dan saat itu datang, saat aku bertemu dengannya,
aku akan tahu, bahwa ia bukanlah kebetulan.
Bukanlah seseorang yang hanya lewat,
atau hanya singgah sebentar untuk memuaskan rasa penasaran dunia.
Ia adalah bagian dari perjalanan,
sebuah kunci yang datang di saat yang tepat,
menyempurnakan cerita yang telah aku tulis dalam doa-doa panjang,
dalam malam-malam penuh refleksi dan harapan.
Mungkin ia bukan yang pertama datang,
tapi ia adalah yang terakhir, yang datang untuk tinggal.
Dengan kelembutan yang tidak menghakimi,
dengan kasih yang tidak menuntut,
ia akan menyentuhku seperti angin yang menyejukkan,
membawa damai, bukan kegaduhan.
Aku ingin ia menjadi teman yang tak hanya ada di saat bahagia,
tapi juga di saat air mata mengalir tanpa suara.
Ia yang tidak hanya mendengarkan,
tapi benar-benar mendengar,
yang tidak hanya melihat,
tapi benar-benar memahami.
Kita akan berbagi waktu tanpa mengukurnya dengan jam atau menit,
karena waktu bersama tidak pernah cukup untuk mereka yang saling memahami.
Kita akan berbicara tentang mimpi—yang mungkin belum terwujud,
tapi tetap menjadi cahaya yang menerangi langkah kita.
Kita akan berdoa bersama, bukan untuk meminta,
tapi untuk bersyukur atas apa yang telah diberikan—saat ini, dengan hati yang penuh.
Dan di tengah perjalanan ini, aku tahu,
aku tidak perlu lagi mencari-cari,
karena yang benar-benar penting bukanlah siapa yang datang,
tetapi bagaimana aku menyambutnya.
Aku akan membuka pintu hatiku, tidak dengan tergesa,
tapi dengan kesadaran bahwa ia yang datang adalah hadiah,
dan aku harus siap untuk menerima.
Cinta tidak selalu datang dengan kata-kata yang indah,
kadang hanya datang dengan kehadiran yang menenangkan.
Cinta tidak selalu datang dengan janji-janji manis,
kadang ia datang dengan kesetiaan yang diam,
yang tumbuh seperti pohon yang akarnya mencengkeram tanah
dan cabangnya melindungi kita dari segala badai.
Aku ingin cinta yang seperti itu,
yang datang bukan karena kita mencari,
tapi karena kita sudah siap untuk ditemukan.
Yang datang dengan kedamaian, bukan dengan keramaian.
Yang datang dengan ketenangan, bukan dengan kegelisahan.
Dan aku percaya, saat waktu itu datang—
Aku tidak akan merasa khawatir,
karena aku tahu, segala sesuatu datang pada waktunya.
Dan mungkin, di saat aku siap,
ia akan berdiri di sampingku—tanpa banyak kata,
hanya dengan senyum yang tidak perlu dijelaskan.
Dan ketika itu terjadi,
aku tidak akan berteriak dengan penuh kegembiraan,
karena aku tahu, cinta yang datang setelah perjalanan panjang
adalah cinta yang tumbuh dengan penuh ketulusan,
dan ia akan selalu cukup, dengan cara yang paling indah.
----
Dan pada saat itu, aku akan tahu, bahwa aku tidak sedang mencari “kesempurnaan”—hanya mencari seseorang yang, meski tidak sempurna, mampu mengisi ruang-ruang kosong yang dulu terasa sunyi. Aku akan tahu bahwa kita akan saling melengkapi, bukan dengan keindahan luar yang bersinar, tapi dengan kelembutan hati yang teruji.
Aku ingin kita membangun cinta seperti bangunan yang kokoh, yang tidak dibangun dalam semalam, tapi dibangun dengan kesabaran dan kerja keras. Setiap batu yang diletakkan dengan penuh perhatian akan menjadikannya kuat, tidak mudah runtuh. Karena cinta yang sejati bukan hanya soal berapa banyak waktu yang dihabiskan bersama, tetapi tentang bagaimana kita menghadapi rintangan bersama, saling mendukung di tengah angin badai.
Kita akan berjalan berdampingan, tidak mendahului satu sama lain, tidak memaksakan langkah. Kita akan menemukan ritme kita, yang saling melengkapi, seperti dua aliran sungai yang bertemu, membawa cerita-cerita kita yang tak terucapkan dan menjadikannya satu kisah indah yang mengalir bersama.
Aku ingin cinta kita seperti buku yang terus tertulis, halaman demi halaman, dengan tinta yang tidak pernah pudar. Ada bab-bab yang penuh tawa, bab-bab yang penuh air mata, dan bab-bab yang penuh keheningan, di mana kita tidak perlu berkata apa-apa untuk tahu bahwa kita ada di sana, bersama.
Dan meskipun jalan kita mungkin tidak selalu mulus, meskipun akan ada banyak tikungan dan tanjakan yang terasa berat, aku tahu kita akan saling menguatkan. Karena cinta bukan soal menghindari kesulitan, tapi bagaimana kita tetap memilih untuk berjalan bersama, meskipun beban itu ada. Kita akan berbagi semua—bahkan ketakutan dan keraguan—karena kita tahu, bersama, kita lebih kuat.
Aku percaya bahwa saat kita bertemu, kita akan membawa ke dalam hidup satu sama lain bukan hanya cinta, tetapi juga kedamaian. Kedamaian yang datang dari kenyataan bahwa kita telah cukup menjalani perjalanan ini—sebuah perjalanan panjang yang memerlukan waktu dan penantian. Kita akan tahu bahwa kita datang untuk saling memberi ruang, memberi perhatian, memberi kekuatan. Tidak ada yang perlu dikejar, tidak ada yang perlu dipaksakan.
Ketika itu datang, aku tidak akan bertanya, “Mengapa sekarang?” atau “Mengapa kamu?” Aku hanya akan tersenyum, dalam diam yang penuh makna, dan berkata, “Terima kasih karena kamu datang, karena kamu sabar menunggu sampai aku siap.”
Karena cinta, seperti tanaman, tumbuh perlahan, dalam kesabaran dan kepercayaan. Dan saat ia mekar, tidak ada yang lebih indah daripada bunga yang tumbuh dengan penuh cinta dan ketulusan. Bunga itu adalah bukti bahwa waktu telah bekerja dengan caranya yang indah, bahwa kita telah siap untuk menjadi bagian dari kisah indah yang ditulis oleh tangan yang lebih besar dari kita berdua.
----
Dan saat itu datang, aku akan menyadari, bahwa kita tidak perlu mengusahakan untuk menjadi sempurna. Kita tidak perlu terobsesi dengan kesempurnaan yang seringkali hanya ada dalam bayang-bayang. Sebab, cinta yang sejati tidak memerlukan hal tersebut. Kita akan mencintai satu sama lain dalam segala ketidaksempurnaan kita—dalam kelemahan, dalam keraguan, dalam ketakutan yang kadang datang tanpa diundang.
Aku ingin kita berbagi ruang yang penuh dengan kenyamanan dan ketenangan. Kita tidak perlu terburu-buru mengejar segala hal yang tak pasti, karena kita tahu, kita sudah memiliki yang lebih berharga: waktu yang saling kita berikan, perhatian yang saling kita jaga. Tidak ada tekanan untuk menjadi siapa pun selain diri kita sendiri, di saat-saat kita bersama.
Dan pada perjalanan yang panjang ini, aku ingin kita tidak hanya membicarakan mimpi, tetapi juga berjuang bersama untuk mewujudkannya. Bukan dengan cara yang penuh ambisi yang menggila, tetapi dengan cara yang lembut, saling mendukung di setiap langkah kecil yang kita ambil. Ketika ada satu dari kita yang lelah, yang merasa dunia begitu berat, yang merasa langkah-langkahnya semakin berat untuk diangkat, kita akan berada di sana, tidak untuk memperbaiki segalanya, tetapi untuk menunjukkan bahwa kita bisa berdiri bersama, saling menguatkan.
Aku ingin kita menjaga ruang kita, memberi kita waktu untuk tumbuh bersama, tidak hanya sebagai pasangan, tetapi sebagai individu. Kita akan saling mendukung untuk tetap menjadi diri kita sendiri, sambil tetap berjalan berdampingan, menyelami kehidupan yang penuh tantangan dan keindahan. Kita akan memahami bahwa meski jalan kita tidak selalu lurus, itu tidak mengurangi makna setiap langkah yang kita ambil bersama.
Dan ketika akhirnya kita melihat ke belakang, kita akan tahu, bahwa setiap rintangan, setiap kebingungannya, setiap tawa dan air mata yang telah kita lewati, semuanya membawa kita ke sini—ke saat ini, ke momen yang penuh arti ini. Semua itu tidak sia-sia, semua itu adalah bagian dari cerita kita yang akan terus tertulis, mengalir tanpa henti, dengan penuh makna.
Ketika itu datang, kita akan tahu, bahwa cinta kita adalah hadiah terbesar yang bisa kita berikan kepada dunia—bukan karena kita sempurna, tetapi karena kita telah melewati perjalanan ini bersama, dengan segala kekurangan dan kelebihan kita. Kita telah tumbuh bersama, telah menemukan kekuatan yang sebelumnya tak kita ketahui ada, dan telah membangun sesuatu yang lebih besar daripada sekadar kata-kata atau janji.
Dan saat itu, aku akan tersenyum—tidak karena aku telah menemukan jawabannya, tetapi karena aku tahu, cinta yang kita bangun ini adalah sesuatu yang akan terus tumbuh, berkembang, seperti pohon yang akarnya semakin dalam mencengkeram tanah, dan cabangnya semakin menjulang tinggi ke langit.
Karena cinta yang sejati, bukan hanya tentang menemukan seseorang untuk dibagikan hidupmu, tetapi juga menemukan seseorang yang membantumu tumbuh menjadi versi terbaik dari dirimu sendiri. Dan aku tahu, jika kita bisa melalui ini semua bersama, kita tidak hanya akan menjadi lebih baik untuk satu sama lain, tetapi juga untuk dunia yang lebih luas di luar sana.
Dan mungkin, hanya mungkin, saat itu tiba, kita akan berdiri bersama di suatu tempat yang penuh ketenangan, melihat langit yang tak berujung, dan berkata dalam hati, “Terima kasih, Tuhan, karena kami telah sampai di sini. Dan kami siap untuk terus berjalan bersama.”
-----
Dan saat itu datang, aku akan merasakan, bahwa semua waktu yang kita habiskan bersama adalah berkat, bukan beban. Kita akan tahu bahwa setiap momen, sekecil apa pun, adalah bagian dari kisah besar yang kita tulis bersama. Waktu tidak lagi menjadi sesuatu yang terburu-buru kita cari, tetapi sesuatu yang kita nikmati dengan penuh rasa syukur. Setiap detik bersama menjadi sebuah harta yang berharga, yang tidak akan pernah kembali, dan itu membuat kita lebih menghargai keberadaan satu sama lain.
Aku ingin kita terus merajut kisah ini dengan penuh keberanian—berani untuk mencintai meski ada ketakutan, berani untuk bersedih tanpa merasa malu, berani untuk berbicara jujur, bahkan ketika kata-kata itu sulit keluar. Kita akan tahu bahwa tidak ada yang perlu disembunyikan, tidak ada yang perlu ditutupi, karena dalam cinta kita, semua adalah bagian dari perjalanan kita yang indah.
Dan ketika kita menghadapi ujian, ketika dunia seolah mencoba menggoyahkan kita, aku ingin kita tetap berpegang pada satu sama lain. Kita akan mengingat bahwa cinta yang sejati tidak hanya diuji dalam kebahagiaan, tetapi juga dalam kesulitan. Cinta sejati adalah cinta yang tetap kuat meski badai datang, cinta yang tidak pernah pudar meski jarak atau waktu memisahkan kita.
Aku ingin kita belajar untuk saling memberi ruang, tidak hanya untuk tumbuh bersama, tetapi juga untuk tumbuh sebagai individu yang bebas, yang penuh potensi. Karena aku tahu, kita tidak akan pernah benar-benar bebas jika kita selalu merasa terkungkung dalam hubungan. Kita akan memberi ruang untuk mimpimu, dan aku akan memberi ruang untuk mimpiku, sambil tetap berjalan berdampingan, saling memberi dukungan, seperti dua pohon yang tumbuh bersebelahan, masing-masing dengan akar yang kuat, tetapi saling menjalin cabang-cabangnya.
Kita akan terus merayakan setiap kemenangan, sekecil apa pun itu, dan tidak pernah meremehkan prosesnya. Karena kita tahu bahwa setiap langkah kecil adalah bagian dari perjalanan yang lebih besar—perjalanan menuju kehidupan yang lebih indah, menuju kedewasaan dalam cinta. Kita akan saling mengingatkan untuk tidak terburu-buru mengejar tujuan, tetapi untuk menikmati perjalanan, menikmati proses menjadi lebih baik, bersama-sama.
Dan mungkin, hanya mungkin, di suatu hari nanti, kita akan duduk bersama, melihat kembali semua yang telah kita lewati, dan tahu bahwa kita telah menjalani perjalanan ini dengan penuh keberanian, ketulusan, dan cinta. Kita akan tahu bahwa kita telah memberi yang terbaik untuk satu sama lain, dan lebih dari itu, kita telah memberi dunia sebuah kisah yang penuh dengan keindahan, kisah yang akan terus menginspirasi banyak orang.
Karena cinta yang sejati tidak hanya tentang kita, tetapi juga tentang bagaimana kita memberi dampak bagi dunia di sekitar kita. Kita tidak hanya hidup untuk diri kita sendiri, tetapi untuk memberi cahaya bagi mereka yang membutuhkan, untuk memberi kekuatan bagi mereka yang lemah, untuk memberi harapan bagi mereka yang hampir putus asa.
Dan saat itu datang—aku akan tahu, bahwa cinta kita telah menjadi sebuah kekuatan yang lebih besar dari sekadar dua orang yang saling mencintai. Itu akan menjadi sebuah kisah yang hidup, yang memberi harapan, yang mengajarkan tentang kesabaran, ketulusan, dan keberanian. Dan aku akan tahu, kita siap untuk terus berjalan, bersama, dalam segala keindahan dan tantangannya.
---
Dan saat itu datang, aku akan merasakan bahwa kita telah melewati setiap ujian dengan kepala tegak, bahwa setiap rintangan yang datang telah menguatkan kita, bukan mematahkan kita. Kita akan tahu, bahwa keteguhan kita dalam cinta bukan karena kita tak pernah goyah, tetapi karena kita memilih untuk tetap berdiri bersama meski terkadang dunia terasa penuh dengan badai. Kita akan saling mengingatkan bahwa kekuatan sejati bukan terletak pada bagaimana kita menghadapi kebahagiaan, tetapi bagaimana kita bertahan dalam kesulitan.
Aku ingin kita selalu ingat untuk berterima kasih, bahkan untuk hal-hal kecil. Karena dalam hidup ini, terkadang kebahagiaan terbesar terletak pada momen-momen yang tak terduga—pada senyum kecil yang kita bagi, pada tawa yang kita lepaskan di tengah malam, pada pelukan hangat yang menyembuhkan luka, pada kata-kata lembut yang memberi kedamaian. Semua itu adalah bagian dari cerita kita, bagian dari cinta yang kita bangun bersama.
Dan meski kita akan menghadapi banyak perubahan, kita akan tahu bahwa perubahan itu adalah bagian dari pertumbuhan kita. Kita tidak akan takut untuk berubah, karena kita tahu, setiap perubahan membawa kita lebih dekat dengan versi terbaik dari diri kita. Kita akan berbicara tentang masa depan dengan keyakinan, karena kita tahu bahwa apa pun yang terjadi, kita akan menghadapinya bersama. Dan dalam setiap langkah menuju masa depan, kita akan selalu membawa bersama kita kenangan indah yang kita ciptakan, kenangan yang menjadi kekuatan kita.
Aku ingin kita terus belajar untuk saling mendengarkan—dengan hati yang terbuka, dengan kesabaran, dan dengan rasa hormat yang mendalam. Karena aku tahu, dalam hubungan kita, mendengarkan bukan hanya tentang mendengar kata-kata yang diucapkan, tetapi juga tentang memahami perasaan yang ada di balik kata-kata itu. Kita akan tahu bahwa setiap kali kita saling berbicara, kita bukan hanya bertukar informasi, tetapi juga saling berbagi jiwa, saling berbagi dunia yang kita huni.
Ketika suatu hari nanti kita memandang kembali perjalanan ini, kita akan tahu bahwa kita telah melakukan lebih dari sekadar mencintai satu sama lain. Kita telah membangun sebuah ikatan yang lebih dalam, yang menghubungkan jiwa kita dengan cara yang lebih besar daripada sekadar dua tubuh yang bersama. Kita telah menulis kisah cinta yang tak hanya kita nikmati, tetapi juga kisah yang memberi inspirasi bagi orang lain untuk mempercayai kekuatan cinta yang sejati, yang bukan hanya indah di permukaan, tetapi juga dalam kedalaman hati.
Dan saat itu, aku akan tahu, bahwa kita tidak hanya saling melengkapi, tetapi kita juga telah menjadi kekuatan yang lebih besar dari diri kita sendiri. Kita akan tahu bahwa kita telah menjadi lebih baik bersama, lebih kuat bersama, dan lebih penuh cinta bersama. Dan dalam perjalanan kita, kita akan terus menjadi satu, dua jiwa yang saling menguatkan, berjuang bersama untuk menjadikan dunia ini tempat yang lebih baik, lebih penuh kasih, dan lebih indah.
Karena aku tahu, bahwa cinta yang sejati bukan hanya tentang memiliki, tetapi tentang memberi, tentang tumbuh bersama, tentang membangun sesuatu yang lebih besar dari sekadar hubungan dua orang. Itu adalah sebuah perjalanan panjang, yang tak hanya menyentuh hati kita, tetapi juga menyentuh dunia di sekitar kita, memberi harapan, memberi cahaya, memberi kekuatan, memberi kehidupan.
Dan ketika akhirnya kita tiba di ujung perjalanan ini, kita akan tahu, bahwa kita telah memberi yang terbaik untuk satu sama lain, bahwa cinta kita adalah anugerah yang tidak akan pernah pudar, yang akan terus mengalir, seperti sungai yang tak pernah berhenti mengalir, memberi kehidupan pada segala yang ada di sepanjang perjalanan.
-----
Dan ketika kita sampai pada titik akhir dari perjalanan ini, aku ingin kita tidak hanya melihat ke belakang dengan rasa syukur, tetapi juga menatap masa depan dengan penuh keyakinan. Kita akan tahu bahwa setiap momen, baik yang indah maupun yang penuh tantangan, telah membawa kita ke tempat yang lebih baik. Kita akan saling menghargai, karena kita tahu betapa berharganya setiap saat yang telah kita jalani bersama. Aku ingin kita terus belajar untuk merayakan kebersamaan kita, untuk menghargai setiap hari yang kita bagi—tidak peduli seberapa besar atau kecil, karena kita tahu bahwa semuanya adalah bagian dari kisah yang luar biasa ini.
Aku ingin kita saling mengingatkan bahwa hidup ini bukan hanya tentang pencapaian, tetapi juga tentang perjalanan. Tidak hanya tentang apa yang kita raih, tetapi tentang siapa kita saat berada dalam perjalanan itu. Kita akan saling memberikan kekuatan dalam setiap langkah, meyakinkan satu sama lain bahwa kita akan selalu ada untuk mendukung, apa pun yang terjadi. Karena aku tahu, dalam setiap perjalanan, kita akan mengalami pasang surut, namun selama kita tetap bersama, kita akan selalu menemukan jalan untuk melanjutkan.
Dan meskipun dunia kadang tampak penuh dengan ketidakpastian, aku ingin kita selalu yakin bahwa kita memiliki satu sama lain—sebuah kompas yang selalu mengarah pada kebaikan, cinta, dan kebahagiaan. Kita akan tahu bahwa kita tak pernah benar-benar sendirian, bahwa kita selalu bisa mengandalkan satu sama lain untuk menjadi tempat berlindung dari segala badai yang datang.
Aku ingin kita selalu menjaga api cinta kita tetap menyala, meskipun angin kehidupan berusaha memadamkannya. Kita akan tahu bahwa cinta itu bukan hanya tentang rasa nyaman yang datang dan pergi, tetapi tentang komitmen yang teguh, tentang kesetiaan yang tumbuh dari dalam hati, tentang memilih untuk tetap bersama bahkan saat segala sesuatu tampak sulit. Karena aku percaya, bahwa dalam setiap tantangan yang kita hadapi, kita akan menemukan kekuatan yang lebih besar dari yang kita kira, dan itu adalah kekuatan cinta yang kita miliki satu sama lain.
Ketika kita berbicara tentang masa depan, aku ingin kita membayangkan dunia yang penuh dengan harapan—dunia di mana kita tidak hanya mencintai satu sama lain, tetapi juga memberi dampak bagi mereka yang ada di sekitar kita. Kita akan tahu bahwa cinta kita bukan hanya milik kita berdua, tetapi juga untuk dunia yang lebih luas. Kita akan menjadi inspirasi bagi orang lain, bukan hanya melalui kata-kata, tetapi juga melalui tindakan nyata yang menunjukkan bagaimana cinta yang tulus dapat mengubah hidup.
Aku ingin kita menjadi bukti nyata bahwa cinta sejati tidak hanya ditemukan dalam momen-momen indah, tetapi juga dalam keteguhan hati, dalam pengorbanan, dan dalam komitmen yang tidak tergoyahkan. Kita akan mengajarkan dunia bahwa cinta bukanlah tentang kesempurnaan, tetapi tentang menerima segala kekurangan dan belajar tumbuh bersama. Dan suatu hari nanti, ketika kita menoleh ke belakang, kita akan tahu bahwa cinta kita adalah bukti bahwa dua jiwa yang saling mencintai bisa mengubah dunia.
Dan akhirnya, ketika kita sampai pada akhir kisah ini, kita akan tahu bahwa kita telah memberi yang terbaik, bahwa cinta kita telah membawa kita melewati segala ujian dan kebahagiaan, dan bahwa perjalanan kita bukanlah akhir, melainkan awal dari petualangan yang lebih besar—sebuah petualangan yang akan terus kita jalani bersama, seiring berjalannya waktu.
Karena aku tahu, kita akan selalu memiliki satu sama lain—dalam suka dan duka, dalam segala keindahan dan tantangan hidup. Kita akan berjalan bersama, mengarungi hidup ini dengan penuh cinta, dan kita akan tahu bahwa bersama-sama, kita mampu menciptakan kisah yang tak terlupakan, sebuah kisah yang terus hidup di dalam hati kita, dan di dalam dunia ini.
---
Sampai saat itu tiba, aku akan menanti dengan penuh harap, menantikan waktu yang tepat untuk kita berjalan bersama dalam cinta yang hakiki. Tapi sebelum itu, aku tahu bahwa perjalanan ini tidak hanya tentang kita berdua. Aku akan menghabiskan waktu bersama Tuhan, sang pemilik hati yang sejati, yang telah mengajarkan aku tentang cinta yang abadi, tentang pengorbanan, dan tentang ketulusan yang tidak bisa digantikan oleh apapun.
Aku akan belajar untuk menenangkan hati ini dalam keheningan, mengingatkan diri bahwa cinta sejati hanya bisa ditemukan melalui-Nya. Bukan melalui pengganti yang semu, bukan melalui kebahagiaan yang sementara. Tuhan telah menjadi tempat perlindunganku, sumber segala kekuatan dan kebahagiaan yang sesungguhnya. Aku tahu, sebelum aku bisa mencintai sepenuhnya, aku harus terlebih dahulu mengisi hatiku dengan kasih-Nya, karena hanya dengan kasih Tuhan aku bisa mencintai dengan tulus dan tanpa syarat.
Setiap langkah yang aku ambil menuju masa depan ini, aku akan menyiapkan hatiku dengan doa dan ketenangan yang datang dari-Nya. Aku akan memohon agar Dia membimbingku, menjaga hatiku agar tetap murni, agar aku dapat menunggu dengan sabar dan penuh keyakinan. Aku akan menantikan saat yang tepat, bukan dengan kegelisahan atau kekhawatiran, tetapi dengan ketenangan dan kedamaian, karena aku tahu bahwa segala sesuatu indah pada waktunya.
Sampai waktu itu datang, aku akan terus belajar untuk mengisi hatiku dengan kasih yang lebih besar dari apa yang dunia tawarkan. Aku akan menyadari bahwa Tuhan adalah cinta yang tidak pernah berubah, yang selalu ada, yang tidak akan pernah mengecewakan. Dia adalah pemilik hati yang sejati, yang memberi kita harapan bahkan dalam kesendirian, yang mengajarkan kita bahwa kita tidak perlu mencari cinta di tempat lain, karena Dia sudah memberi kita segala yang kita butuhkan untuk tumbuh dalam cinta-Nya.
Aku akan menanti dengan penuh rasa syukur, karena aku tahu bahwa meskipun perjalanan ini harus dilalui seorang diri untuk sementara waktu, Tuhan selalu menemani langkahku. Dia yang akan mengisi hatiku dengan kedamaian, yang akan memberi aku kekuatan untuk menunggu dengan sabar, dan yang akan membimbingku menuju cinta yang sejati.
Dan pada saat yang tepat, ketika Tuhan mengizinkan kita untuk bertemu, kita akan tahu bahwa kita sudah dipersiapkan oleh-Nya. Kita akan saling menghargai, saling mencintai, dan saling mendukung, karena cinta kita adalah buah dari cinta yang lebih besar—cinta yang berasal dari Tuhan. Sampai saat itu tiba, aku akan terus berjalan dengan penuh harap, dengan hati yang dipenuhi cinta-Nya, dan menantikan perjalanan yang indah yang akan kita jalani bersama, untuk selamanya.
Dan saat akhirnya waktu itu tiba, aku tahu bahwa segala penantian ini tidak akan sia-sia. Karena perjalanan yang telah aku jalani, yang penuh dengan doa, pengharapan, dan ketenangan bersama Tuhan, telah mempersiapkanku untuk sebuah cinta yang lebih dalam dan lebih indah dari yang pernah aku bayangkan. Cinta yang bukan hanya sekadar perasaan yang datang dan pergi, tetapi cinta yang dibangun dengan fondasi yang kokoh, yaitu cinta Tuhan yang tak pernah gagal.
Aku akan tahu, bahwa setiap langkah yang aku ambil di sepanjang perjalanan ini, setiap momen yang aku jalani, adalah bagian dari rencana-Nya yang sempurna. Bahkan dalam kesendirian, aku tahu Tuhan sedang bekerja dalam hatiku, membentukku menjadi pribadi yang lebih baik, lebih kuat, dan lebih siap untuk cinta yang sejati. Dan ketika akhirnya kita dipertemukan, aku akan menyadari bahwa kita telah dibentuk oleh-Nya untuk menjadi pasangan yang saling mendukung, saling menguatkan, dan saling mengasihi dengan sepenuh hati.
Sebelum kita bersama, aku ingin memastikan bahwa hatiku telah sepenuhnya diserahkan kepada Tuhan, bahwa aku telah belajar untuk mencintai diri sendiri, dan bahwa aku telah siap untuk mencintai dengan penuh kesadaran. Karena aku percaya, hanya dengan mencintai diri kita sendiri dengan cara yang benar, kita bisa mencintai orang lain dengan tulus. Dan aku tahu, dengan cinta yang diberikan Tuhan, aku akan mampu memberikan yang terbaik untukmu, seperti yang Tuhan harapkan.
Aku ingin kita menjadi contoh dari cinta yang dibangun dengan kesabaran, pengorbanan, dan komitmen. Sebuah cinta yang tak hanya terlihat dalam momen-momen indah, tetapi juga dalam setiap tantangan yang kita hadapi bersama. Kita akan saling membantu untuk tumbuh lebih baik, lebih bijaksana, dan lebih penuh kasih. Dan di setiap langkah kita, kita akan tahu bahwa Tuhan selalu ada di tengah-tengah kita, memberi kita kekuatan dan petunjuk dalam setiap keputusan yang kita buat.
Dengan hati yang penuh rasa syukur, aku akan terus menjalani hari-hariku, menantikan hari di mana kita bisa berjalan bersama. Aku akan terus berdoa agar Tuhan mempersiapkan kita dengan cara-Nya yang terbaik, dan ketika waktunya tiba, kita akan siap untuk membangun masa depan yang penuh dengan cinta, kebahagiaan, dan kedamaian. Aku percaya bahwa cinta yang kita bangun akan menjadi sebuah anugerah yang tidak hanya mengubah hidup kita, tetapi juga memberi dampak bagi banyak orang di sekitar kita, membuktikan bahwa cinta sejati itu ada, dan bahwa Tuhan adalah sumber dari segala cinta yang abadi.
Jadi, sampai saat itu tiba, aku akan menanti dengan penuh harapan, menanti dengan hati yang telah disiapkan oleh Tuhan. Aku akan terus berjalan dalam iman, dalam keyakinan bahwa segala sesuatu yang terbaik akan datang pada waktu yang tepat. Dan ketika kita akhirnya bersama, kita akan tahu bahwa perjalanan ini bukan hanya tentang kita, tetapi tentang cinta yang lebih besar, tentang hidup yang lebih bermakna, dan tentang sebuah kisah yang akan terus berkembang, bersama Tuhan sebagai pemimpin dalam setiap langkah kita.
Komentar
Posting Komentar